Minggu, 15 Maret 2020

Tuli Kongenital


Artikel
Gangguan pendengaran dapat terjadi pada semua usia dari bayi hingga lansia. Salah satu gangguan pendengaran yang terjadi pada awal kehidupan adalah tuli kongenital. Tuli congenital merupakan gangguan pendengaran yang terjadi sebelum persalinan, saat persalinan, maupun beberapa keadaan pasca persalinan. Tuli congenital dapat berupa kelainan genetic maupun non genetic serta dapat berkaitan dengan kecacatan pada organ tubuh lain (sindromik) maupun dapat berdiri sendiri (non sindromik). Berdasarkan tipe gangguan pendengaran, tuli congenital dibagi menjadi gangguan pendengaran hantaran/konduksi dan gangguan pendengaran sensorineural. Gangguan pendengaran tipe hantaran meliputi kelainan di daun telinga seperti mikrotia (daun telinga kecil) hingga anotia (tidak ada daun telinga), kelainan liang telinga seperti stenosis hingga atresia liang telinga, dan kelainan rangkaian tulang pendengaran seperti tulang pendengaran yang menyatu/fusi atau tidak terbentuk tulang pendengaran. Gangguan pendengaran tipe sensori neural meliputi kerusakan organ telinga dalam (koklea/rumahsiput) hingga kerusakan pada sara fpendengaran.


Tuli congenital sering diasosiasikan dengan gangguan pendengaran tipe sensori neural. Derajat ketulian yang terjadi pada tuli congenital ialah tuli sensori neural derajat berat hingga sangat berat yang biasanya mengenai kedua telinga (bilateral) dan mempengaruhi proses bicara. Gejala awal tuli congenital sulit diketahui karena ketulian tidak dapat terlihat. Biasanya orang tua akan menyadari gangguan pendengaran pada bayi atau anak bila bayi/anak tidak berespon dengan suara/bunyi atau adanya keterlambatan bicara. Kita wajib waspada jika ditemukan keadaan :
usia 1 tahunbelummengoceh/babbling;
usia 18 bulanbelumdapatmengucapkan 1 kata utuh;
usia 24 bulanperbendaharaan kata < 10 kata;
Usia 36 tahunbelumdapatmerangkaidua kata.

World Health Organization (WHO) menetapkan universal newborn hearing screening (skrining pendengaran bayi baru lahir) untuk seluruh bayi baru lahir. Skrining ini dilakukan pada bayi baru lahir usia 2 hari hingga 1 bulan meliputi pemeriksaan fisik telinga dan pemeriksaan skrining pendengaran dengan emisiotoakustik dan dilakukan di rumah sakit/klinik dengan fasilitas tersebut. Pada beberapa kasus yang dicurigai terjadi tulikongenital diperlukan pemeriksaan audiologi lengkap setelah anak berusia 3 bulan meliputi pemeriksaan timpanometri, emisiotoakustik, serta Brainstem Evoked Response Audiiometry (BERA) dan .Tata laksana tuli congenital yakni program habilita sipendengaran setelah usia 6 bulan yang meliputi penggunaan alat bantu dengan frekuensi tinggi atau implankoklea melalui pembedahan, terapi  bicara, dan pemantauan tumbuh kembang anak. Tata laksana yang segera dan komprehensif dapat memperbaiki kualitas hidup anak dengan tuli congenital sehingga diharapkan anak mampu untuk melanjutkan hidup dan berkarya di masa depan. Sesuai dengan moto WHO untuk kampanye Hari Pendengaran Sedunia pada 3 Maret 2020 yang lalu; Hearing for life; Deteksi dini saat baru lahir, pemeriksaan audiologi lengkap pada kasus yang dicurigai, dan habilitasi pendengaran pada kasus yang telah ditegakkan diagnosis, akan memberikan kehidupan “pendengaran” yang lebih baik untuk anak-anak Indonesia.

By Leni Promkes

Tidak ada komentar:

Posting Komentar