Artikel
Gangguan pendengaran dapat terjadi
pada semua usia dari bayi hingga lansia. Salah satu gangguan pendengaran yang
terjadi pada awal kehidupan adalah tuli kongenital. Tuli congenital merupakan gangguan
pendengaran yang terjadi sebelum persalinan, saat persalinan, maupun beberapa keadaan
pasca persalinan. Tuli congenital dapat berupa kelainan genetic maupun non genetic
serta dapat berkaitan dengan kecacatan pada organ tubuh lain (sindromik) maupun
dapat berdiri sendiri (non sindromik). Berdasarkan tipe gangguan pendengaran,
tuli congenital dibagi menjadi gangguan pendengaran hantaran/konduksi dan
gangguan pendengaran sensorineural. Gangguan pendengaran tipe hantaran meliputi
kelainan di daun telinga seperti mikrotia (daun telinga kecil) hingga anotia
(tidak ada daun telinga), kelainan liang telinga seperti stenosis hingga
atresia liang telinga, dan kelainan rangkaian tulang pendengaran seperti tulang
pendengaran yang menyatu/fusi atau tidak terbentuk tulang pendengaran. Gangguan
pendengaran tipe sensori neural meliputi kerusakan organ telinga dalam
(koklea/rumahsiput) hingga kerusakan pada sara fpendengaran.
Tuli congenital sering diasosiasikan
dengan gangguan pendengaran tipe sensori neural. Derajat ketulian yang terjadi
pada tuli congenital ialah tuli sensori neural derajat berat hingga sangat berat
yang biasanya mengenai kedua telinga (bilateral) dan mempengaruhi proses bicara.
Gejala awal tuli congenital sulit diketahui karena ketulian tidak dapat terlihat.
Biasanya orang tua akan menyadari gangguan pendengaran pada bayi atau anak bila
bayi/anak tidak berespon dengan suara/bunyi atau adanya keterlambatan bicara. Kita
wajib waspada jika ditemukan keadaan :
usia 1
tahunbelummengoceh/babbling;
usia 18
bulanbelumdapatmengucapkan 1 kata utuh;
usia 24 bulanperbendaharaan
kata < 10 kata;
Usia 36
tahunbelumdapatmerangkaidua kata.
World Health Organization
(WHO) menetapkan universal newborn hearing screening (skrining pendengaran
bayi baru lahir) untuk seluruh bayi baru lahir. Skrining ini dilakukan pada
bayi baru lahir usia 2 hari hingga 1 bulan meliputi pemeriksaan fisik telinga
dan pemeriksaan skrining pendengaran dengan emisiotoakustik dan dilakukan di
rumah sakit/klinik dengan fasilitas tersebut. Pada beberapa kasus yang
dicurigai terjadi tulikongenital diperlukan pemeriksaan audiologi lengkap setelah
anak berusia 3 bulan meliputi pemeriksaan timpanometri, emisiotoakustik, serta Brainstem
Evoked Response Audiiometry (BERA) dan .Tata laksana tuli congenital yakni
program habilita sipendengaran setelah usia 6 bulan yang meliputi penggunaan alat
bantu dengan frekuensi tinggi atau implankoklea melalui pembedahan, terapi bicara, dan pemantauan tumbuh kembang anak.
Tata laksana yang segera dan komprehensif dapat memperbaiki kualitas hidup anak
dengan tuli congenital sehingga diharapkan anak mampu untuk melanjutkan hidup
dan berkarya di masa depan. Sesuai dengan moto WHO untuk kampanye Hari
Pendengaran Sedunia pada 3 Maret 2020 yang lalu; Hearing for life; Deteksi
dini saat baru lahir, pemeriksaan audiologi lengkap pada kasus yang dicurigai,
dan habilitasi pendengaran pada kasus yang telah ditegakkan diagnosis, akan memberikan
kehidupan “pendengaran” yang lebih baik untuk anak-anak Indonesia.
By Leni Promkes