PENYAKIT INFEKSI PADA SISTEM SARAF PUSAT
oleh dr. Andika
Okparasta, Sp.S
Penyakit infeksi Sistem Saraf Pusat (SSP) adalah penyakit pada saraf pusat yang disebabkan oleh invasi atau multiplikasi mikroorganisme di dalam susunan saraf pusat.
Dalam acara talkshow "Info Sehat" kerjasama RSUP Dr.Mohammad Hoesin dengan TVRI Palembang Sabtu,6 Juli 2019 dr.Andika menjelaskan bahwa berdasarkan jaringan yang terlibat, penyakit infeksi sistem saraf pusat dibagi menjadi (1) infeksi meningeal yang melibatkan selaput meningen otak baik pachymeningen atau lepromeningen dan (2) infeksi pada parenkim otak (ensefalitis) dan medula spinalis (myelitis).
Pada banyak kasus, infeksi meningeal sering juga melibatkan parenkim otak, disebut sebagai meningoencefalitis. Penyakit infeksi SSP meliputi meningitis, ensefalitis, meningoensefalitis, abses serebri, malaria serebral, abses serebri, dan spondilitis.
Data epidemiologi menunjukkan angka kematian akibat ensefalitis di Amerika Serikat mencapai 1400 kematian pertahun. Laporan dari 20 negara (di Eropa
, Amerika Serikat, dan Asia) yang diterbitkan tahun 2017 menunjukkan penyakit infeksi sistem saraf pusat terbanyak yaitu meningitis yang disebabkan dengan Pneumococci, sp dan Mycobacterium tb, sementara pada individu HIV paling tinggi yaitu meningitis kriptokokus.
Dari keseluruhan pasien infeksi yang dirawat yaitu 73% pasien sembuh tanpa gejala sisa, 18% pasien sembuh dengan gejala sisa dan 9% pasien meninggal. Di Indonesia, belum banyak data yang didapat mengenai infeksi sistem saraf pusat. Laporan dari RSUP dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta hingga tahun 2016 didapatkan kasus infeksi terbanyak yaitu meningitis tuberkulosis (40,1%) dan ensefalitis toksoplasmosis (21,1%), sisanya yaitu ensefalitis viral (4,5%), meningitis kriptokokus (5,2%), abses serebri (5,2%), meningitis bakterialis (0,7%) dan sebanyak 22,5% kasus penyebabnya tidak diketahui.
Laporan dari RS dr. Saiful Anwar, Malang tahun 2016 menunjukkan toksoplasmosis serebri merupakan kasus infeksi yang paling banyak terjadi disusul meningitis tuberkulosa, dengan angka kematian tertinggi (41,2%) disebabkan oleh meningitis tuberkulosa.
Etiologi penyakit infeksi pada sistem saraf pusat bermacam-macam, seperti bakteri (Haemophilus influenza, Streptococcus pneumoniae, Nisseria meningitidis, Klebsiella sp, dan Mycobacterium tuberculosa), protozoa (Toxoplasma gondii, Plasmodium falcifarum), jamur (Cryptococcus neoformans, Cryptococcus gatii) dan autoimun.
Gejala klinis penyakit infeksi SSP bervariasi seperti demam, nyeri kepala hebat disertai muntah proyektil, kaku kuduk, kejang, penurunan kesadaran, paresis nervi kraniales, hemiparesis dan paraparesis (bila infeksi menyerang medula spinalis).
Penegakan diagnosis dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, didukung oleh pemeriksaan raduiologis, (foto polos, CT scan dan MRI), serta pemeriksaan laboratorium.
Gambaran radiologis kepala dapat menunjukkan edema serebri, penyangatan kontras, infark serebri, hidrosefalus, massa kistik dan juga atrofi serebri. Pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis etiologi yaitu pemeriksaan cairan serebrospinal (analisa cairan serebrospinal, PCR, kultur) dan juga serologi (antigen-Cryopto, anti-toxo, anti-NMDAR).
Tatalaksana penyakit infeksi SSP mencakup tatalaksana kausatif dan suportif. Tatalaksana kausatif dimulai dengan terapi empiris sesuai dengan patogen penyebab dan dapat juga berupa tindakan operatif, sementara tatalaksana suportif berupa pengendalian kejang, penanganan komplikasi, pemberian nutrisi, dan rehabilitasi medik.
(Laporan IP3 Humas RSMH)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar