Minggu, 13 November 2016

Raja Suntik


Sembilan Tahun Obati Suku Kubu, 
Dipanggil Raja Suntik

Pengabdian dari dr Marta Hendry SpU patut diacungi jempol. Selama sembilan tahun ia mengobati Suku Anak Dalam (SAD) atau lebih dikenal sebagai Suku Kubu di Provinsi Jambi. Bagaimana ceritanya ?!



Tepat pukul 11.00 WIB pada Kamis (10/11) lalu, dokter yang bertugas di RSMH Palembang usai melakukan operasi. “Nanti ya, saya cuci tangan dulu,” katanya sebelum memulai wawancara. Sambil duduk dan beristirahat di Ruangan Bedah RSMH, dr Marta--biasa dirinya disapa--menceritakan pengalamannya yang penuh warna menjadi dokter hingga saat ini.
Diceritakannya, sewaktu masih menjadi dokter umum di Desa Muara Siau, Kabupaten Sarolangun, sekarang menjadi Kabupaten Bangko, saat mengemudi mobil Hardtop, melihat seorang gadis tergeletak di pinggir hutan. Ia pun menghentikan kendaraannya dan turun untuk memeriksa gadis tersebut. Setelah diperiksa, ternyata gadis itu menderita tumor ginjal (wilms). “Saya langsung membawa dan mengobatinya ke puskesmas,” tuturnya.
Dari pengalaman itulah, dr Marta tertarik mengambil spesialis bedah. Pada 2002-2005, ia mengambil spesialis bedah umum di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya (FK Unsri). Kemudian, dirinya melanjutkan mengambil spesialis urologi lantaran ditawari dr Didit dan dr Rizal yang juga dari spesialis urologi.
“Saya ingat betul, tawaran itu ketika saya pulang dari musibah tsunami di Aceh,” kenangnya. Untuk mendapatkan spesialis itu tidak mudah. Pertama kali, dirinya mendaftar di Universitas Indonesia (UI). Sayangnya belum lulus. Padahal selama satu tahun dirinya mempersiapkan diri dengan membaca buku urologi.
“Sebenarnya, pertanyaan ujian masuk itu saya jawab semua, tapi mungkin nasib kurang baik,” katanya. Tidak putus asa, suami dari dr Afrimelda MKes ini memilih Universitas Airlangga (Unair) Surabaya untuk mewujudkan menjadi spesialis urologi dari 2006 hingga 2010.
Dia mengaku, banyak kasus yang ditemui selama belajar di RSUD Soetomo Surabaya. Misalnya, kasus seperti penis kejepit di pipa. Pasien tersebut melakukan masturbasi menggunakan pipa ledeng. Uniknya, kejadian tersebut diatasi menggunakan gerindo yang biasa dipakai di bengkel. “Kasus ini saya temui di Surabaya sekali, di Palembang sekali,” ungkapnya sambil tertawa.
Ia juga pernah menangani kasus pasien kelainan jiwa yang memotong penis sendiri. Mungkin, kata dia, pasien mengalami ilusi sehingga yang dilihat seekor ular, makanya pasien memotong. Kejadian itu terjadi dua kali dengan pasien yang sama.
Ia menceritakan, pertama pasien memotong di arah pangkal. Kasus ini masih bisa diatasi dengan cara menyambung. “Ini bisa dilakukan karena pembuluh darah di pangkal besar,” imbuhnya. Dua bulan kemudian, pasien kembali memotong penis di bagian ujung penis. “Ini tidak bisa disambung, hanya bisa diperbaiki,” paparnya.
Ia mengenang, saat masih menjadi dokter di Jambi, banyak pengalaman lain yang tidak

terlupakan. Contohnya, waktu itu dalam perjalanan di hutan, tiba-tiba tali gas mobil putus. dr Marta bersama istri dan anaknya yang masih berusia satu tahun melihat harimau yang lewat di depan mobilnya. “Tidak bisa diungkapkan rasanya melihat harimau berjalan di depan mobil cuma berjarak kurang dari 10 meter,” ungkapnya.
Lebih jauh dikatakannya, menjadi seorang dokter dan bergaul dengan Suku Anak Dalam (SAD) tidaklah sulit. Kunci utama untuk melayani masyarakat tetap diutamakan. Saat itu, ia berprofesi kepala puskesmas yag melayani 34 desa.
Karena kesulitan komunikasi karena medannya yang berat, dirinya memberikan handy talky (HT) kepada 34 petugas di pos masing-masing. Petugas yang di pos selanjutnya berkomunikasi untuk konsultasi keluhan yang dihadapi masyarakat desa tersebut. “Saya juga tetap mengunjungi desa-desa itu. Kalau saya datang, masyarakat memanggil dengan sebutan Raja Suntik,” katanya tertawa.
Puskemas yang dipimpinnya saat itu sudah dilengkapi dengan ruang emergency dan ruang perawatan VIP lengkap dengan peralatannya. “Karena itu, kami mendapatkan penghargaan Abdi Setia Bakti mewakili Provinsi Jambi,” terangnya seraya menambahkan, dirinya bertugas di di Jambi sekitar 9 tahun.
Masih kata pria kelahiran 1 Maret 1968 ini, ada beberapa masyarakat di sana tidak mau berobat ke puskemas. Malah, mereka memilih berkunjung ke rumah. “Dengan setia, mereka (pasien) menunggu saya pulang untuk diobati,” tuturnya.
Apalagi rumah dinasnya bersebelahan dengan puskesmas. Selain itu, dirinya juga tidak memungut bayaran kepada pasien yang berobat di rumah. Ia mengaku, tidak sulit berkomunikasi dengan pasien dari SAD. “Kalau bahasa mereka, saya ngerti sedikit-sedikit,” akunya.
Dari pengabdian ini, bungsu empat saudara ini menerima penghargaan Dokter Teladan Tingkat Provinsi Jambi dari Presiden RI pada 1996. “Waktu itu, presidennya masih Pak Soeharto,” bebernya.
Dia menambahkan, profesi dokter sangat didukung oleh keluarga. Meskipun kedua orang tua dan saudaranya tidak ada yang berprofesi sebagai dokter. Waktu kecil, ada tiga pilihan cita-cita, yakni insinyur, dokter, dan wakil presiden. “Kenapa pilih wakil, soalnya kalau presiden ketinggian. Namun, nasib menjadikan saya sebagai dokter,” pungkasnya sembari tersenyum

Kiki Wulandari – Sumek.Palembang


Pengabdian dari dr Marta Hendry SpU patut diacungi jempol. Selama sembilan tahun ia mengobati Suku Anak Dalam (SAD) atau lebih dikenal sebagai Suku Kubu di Provinsi Jambi. Bagaimana ceritanya?
--------
Kiki Wulandari – Palembang
-------
Tepat pukul 11.00 WIB pada Kamis (10/11) lalu, dokter yang bertugas di RSMH Palembang usai melakukan operasi. “Nanti ya, saya cuci tangan dulu,” katanya sebelum memulai wawancara. Sambil duduk dan beristirahat di Ruangan Bedah RSMH, dr Marta--biasa dirinya disapa--menceritakan pengalamannya yang penuh warna menjadi dokter hingga saat ini.
Diceritakannya, sewaktu masih menjadi dokter umum di Desa Muara Siau, Kabupaten Sarolangun, sekarang menjadi Kabupaten Bangko, saat mengemudi mobil Hardtop, melihat seorang gadis tergeletak di pinggir hutan. Ia pun menghentikan kendaraannya dan turun untuk memeriksa gadis tersebut. Setelah diperiksa, ternyata gadis itu menderita tumor ginjal (wilms). “Saya langsung membawa dan mengobatinya ke puskesmas,” tuturnya.
Dari pengalaman itulah, dr Marta tertarik mengambil spesialis bedah. Pada 2002-2005, ia mengambil spesialis bedah umum di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya (FK Unsri). Kemudian, dirinya melanjutkan mengambil spesialis urologi lantaran ditawari dr Didit dan dr Rizal yang juga dari spesialis urologi.
“Saya ingat betul, tawaran itu ketika saya pulang dari musibah tsunami di Aceh,” kenangnya. Untuk mendapatkan spesialis itu tidak mudah. Pertama kali, dirinya mendaftar di Universitas Indonesia (UI). Sayangnya belum lulus. Padahal selama satu tahun dirinya mempersiapkan diri dengan membaca buku urologi.
“Sebenarnya, pertanyaan ujian masuk itu saya jawab semua, tapi mungkin nasib kurang baik,” katanya. Tidak putus asa, suami dari dr Afrimelda MKes ini memilih Universitas Airlangga (Unair) Surabaya untuk mewujudkan menjadi spesialis urologi dari 2006 hingga 2010.
Dia mengaku, banyak kasus yang ditemui selama belajar di RSUD Soetomo Surabaya. Misalnya, kasus seperti penis kejepit di pipa. Pasien tersebut melakukan masturbasi menggunakan pipa ledeng. Uniknya, kejadian tersebut diatasi menggunakan gerindo yang biasa dipakai di bengkel. “Kasus ini saya temui di Surabaya sekali, di Palembang sekali,” ungkapnya sambil tertawa.
Ia juga pernah menangani kasus pasien kelainan jiwa yang memotong penis sendiri. Mungkin, kata dia, pasien mengalami ilusi sehingga yang dilihat seekor ular, makanya pasien memotong. Kejadian itu terjadi dua kali dengan pasien yang sama.
Ia menceritakan, pertama pasien memotong di arah pangkal. Kasus ini masih bisa diatasi dengan cara menyambung. “Ini bisa dilakukan karena pembuluh darah di pangkal besar,” imbuhnya. Dua bulan kemudian, pasien kembali memotong penis di bagian ujung penis. “Ini tidak bisa disambung, hanya bisa diperbaiki,” paparnya.
Ia mengenang, saat masih menjadi dokter di Jambi, banyak pengalaman lain yang tidak 
terlupakan. Contohnya, waktu itu dalam perjalanan di hutan, tiba-tiba tali gas mobil putus. dr Marta bersama istri dan anaknya yang masih berusia satu tahun melihat harimau yang lewat di depan mobilnya. “Tidak bisa diungkapkan rasanya melihat harimau berjalan di depan mobil cuma berjarak kurang dari 10 meter,” ungkapnya.
Lebih jauh dikatakannya, menjadi seorang dokter dan bergaul dengan Suku Anak Dalam (SAD) tidaklah sulit. Kunci utama untuk melayani masyarakat tetap diutamakan. Saat itu, ia berprofesi kepala puskesmas yag melayani 34 desa.
Karena kesulitan komunikasi karena medannya yang berat, dirinya memberikan handy talky (HT) kepada 34 petugas di pos masing-masing. Petugas yang di pos selanjutnya berkomunikasi untuk konsultasi keluhan yang dihadapi masyarakat desa tersebut. “Saya juga tetap mengunjungi desa-desa itu. Kalau saya datang, masyarakat memanggil dengan sebutan Raja Suntik,” katanya tertawa.
Puskemas yang dipimpinnya saat itu sudah dilengkapi dengan ruang emergency dan ruang perawatan VIP lengkap dengan peralatannya. “Karena itu, kami mendapatkan penghargaan Abdi Setia Bakti mewakili Provinsi Jambi,” terangnya seraya menambahkan, dirinya bertugas di di Jambi sekitar 9 tahun.
Masih kata pria kelahiran 1 Maret 1968 ini, ada beberapa masyarakat di sana tidak mau berobat ke puskemas. Malah, mereka memilih berkunjung ke rumah. “Dengan setia, mereka (pasien) menunggu saya pulang untuk diobati,” tuturnya.
Apalagi rumah dinasnya bersebelahan dengan puskesmas. Selain itu, dirinya juga tidak memungut bayaran kepada pasien yang berobat di rumah. Ia mengaku, tidak sulit berkomunikasi dengan pasien dari SAD. “Kalau bahasa mereka, saya ngerti sedikit-sedikit,” akunya.
Dari pengabdian ini, bungsu empat saudara ini menerima penghargaan Dokter Teladan Tingkat Provinsi Jambi dari Presiden RI pada 1996. “Waktu itu, presidennya masih Pak Soeharto,” bebernya.
Dia menambahkan, profesi dokter sangat didukung oleh keluarga. Meskipun kedua orang tua dan saudaranya tidak ada yang berprofesi sebagai dokter. Waktu kecil, ada tiga pilihan cita-cita, yakni insinyur, dokter, dan wakil presiden. “Kenapa pilih wakil, soalnya kalau presiden ketinggian. Namun, nasib menjadikan saya sebagai dokter,” pungkasnya sembari tersenyum
- See more at: http://www.sumeks.co.id/index.php/sumeks/23460-sembilan-tahun-obati-suku-kubu-dipanggil-raja-suntik#sthash.u41mw2iD.dpuf
skemas yang dipimpinnya saat itu sudah dilengk
Pengabdian dari dr Marta Hendry SpU patut diacungi jempol. Selama sembilan tahun ia mengobati Suku Anak Dalam (SAD) atau lebih dikenal sebagai Suku Kubu di Provinsi Jambi. Bagaimana ceritanya?
--------
Kiki Wulandari – Palembang
-------
Tepat pukul 11.00 WIB pada Kamis (10/11) lalu, dokter yang bertugas di RSMH Palembang usai melakukan operasi. “Nanti ya, saya cuci tangan dulu,” katanya sebelum memulai wawancara. Sambil duduk dan beristirahat di Ruangan Bedah RSMH, dr Marta--biasa dirinya disapa--menceritakan pengalamannya yang penuh warna menjadi dokter hingga saat ini.
Diceritakannya, sewaktu masih menjadi dokter umum di Desa Muara Siau, Kabupaten Sarolangun, sekarang menjadi Kabupaten Bangko, saat mengemudi mobil Hardtop, melihat seorang gadis tergeletak di pinggir hutan. Ia pun menghentikan kendaraannya dan turun untuk memeriksa gadis tersebut. Setelah diperiksa, ternyata gadis itu menderita tumor ginjal (wilms). “Saya langsung membawa dan mengobatinya ke puskesmas,” tuturnya.
Dari pengalaman itulah, dr Marta tertarik mengambil spesialis bedah. Pada 2002-2005, ia mengambil spesialis bedah umum di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya (FK Unsri). Kemudian, dirinya melanjutkan mengambil spesialis urologi lantaran ditawari dr Didit dan dr Rizal yang juga dari spesialis urologi.
“Saya ingat betul, tawaran itu ketika saya pulang dari musibah tsunami di Aceh,” kenangnya. Untuk mendapatkan spesialis itu tidak mudah. Pertama kali, dirinya mendaftar di Universitas Indonesia (UI). Sayangnya belum lulus. Padahal selama satu tahun dirinya mempersiapkan diri dengan membaca buku urologi.
“Sebenarnya, pertanyaan ujian masuk itu saya jawab semua, tapi mungkin nasib kurang baik,” katanya. Tidak putus asa, suami dari dr Afrimelda MKes ini memilih Universitas Airlangga (Unair) Surabaya untuk mewujudkan menjadi spesialis urologi dari 2006 hingga 2010.
Dia mengaku, banyak kasus yang ditemui selama belajar di RSUD Soetomo Surabaya. Misalnya, kasus seperti penis kejepit di pipa. Pasien tersebut melakukan masturbasi menggunakan pipa ledeng. Uniknya, kejadian tersebut diatasi menggunakan gerindo yang biasa dipakai di bengkel. “Kasus ini saya temui di Surabaya sekali, di Palembang sekali,” ungkapnya sambil tertawa.
Ia juga pernah menangani kasus pasien kelainan jiwa yang memotong penis sendiri. Mungkin, kata dia, pasien mengalami ilusi sehingga yang dilihat seekor ular, makanya pasien memotong. Kejadian itu terjadi dua kali dengan pasien yang sama.
Ia menceritakan, pertama pasien memotong di arah pangkal. Kasus ini masih bisa diatasi dengan cara menyambung. “Ini bisa dilakukan karena pembuluh darah di pangkal besar,” imbuhnya. Dua bulan kemudian, pasien kembali memotong penis di bagian ujung penis. “Ini tidak bisa disambung, hanya bisa diperbaiki,” paparnya.
Ia mengenang, saat masih menjadi dokter di Jambi, banyak pengalaman lain yang tidak 
terlupakan. Contohnya, waktu itu dalam perjalanan di hutan, tiba-tiba tali gas mobil putus. dr Marta bersama istri dan anaknya yang masih berusia satu tahun melihat harimau yang lewat di depan mobilnya. “Tidak bisa diungkapkan rasanya melihat harimau berjalan di depan mobil cuma berjarak kurang dari 10 meter,” ungkapnya.
Lebih jauh dikatakannya, menjadi seorang dokter dan bergaul dengan Suku Anak Dalam (SAD) tidaklah sulit. Kunci utama untuk melayani masyarakat tetap diutamakan. Saat itu, ia berprofesi kepala puskesmas yag melayani 34 desa.
Karena kesulitan komunikasi karena medannya yang berat, dirinya memberikan handy talky (HT) kepada 34 petugas di pos masing-masing. Petugas yang di pos selanjutnya berkomunikasi untuk konsultasi keluhan yang dihadapi masyarakat desa tersebut. “Saya juga tetap mengunjungi desa-desa itu. Kalau saya datang, masyarakat memanggil dengan sebutan Raja Suntik,” katanya tertawa.
Puskemas yang dipimpinnya saat itu sudah dilengkapi dengan ruang emergency dan ruang perawatan VIP lengkap dengan peralatannya. “Karena itu, kami mendapatkan penghargaan Abdi Setia Bakti mewakili Provinsi Jambi,” terangnya seraya menambahkan, dirinya bertugas di di Jambi sekitar 9 tahun.
Masih kata pria kelahiran 1 Maret 1968 ini, ada beberapa masyarakat di sana tidak mau berobat ke puskemas. Malah, mereka memilih berkunjung ke rumah. “Dengan setia, mereka (pasien) menunggu saya pulang untuk diobati,” tuturnya.
Apalagi rumah dinasnya bersebelahan dengan puskesmas. Selain itu, dirinya juga tidak memungut bayaran kepada pasien yang berobat di rumah. Ia mengaku, tidak sulit berkomunikasi dengan pasien dari SAD. “Kalau bahasa mereka, saya ngerti sedikit-sedikit,” akunya.
Dari pengabdian ini, bungsu empat saudara ini menerima penghargaan Dokter Teladan Tingkat Provinsi Jambi dari Presiden RI pada 1996. “Waktu itu, presidennya masih Pak Soeharto,” bebernya.
Dia menambahkan, profesi dokter sangat didukung oleh keluarga. Meskipun kedua orang tua dan saudaranya tidak ada yang berprofesi sebagai dokter. Waktu kecil, ada tiga pilihan cita-cita, yakni insinyur, dokter, dan wakil presiden. “Kenapa pilih wakil, soalnya kalau presiden ketinggian. Namun, nasib menjadikan saya sebagai dokter,” pungkasnya sembari tersenyum
- See more at: http://www.sumeks.co.id/index.php/sumeks/23460-sembilan-tahun-obati-suku-kubu-dipanggil-raja-suntik#sthash.u41mw2iD.dpuf
Pengabdian dari dr Marta Hendry SpU patut diacungi jempol. Selama sembilan tahun ia mengobati Suku Anak Dalam (SAD) atau lebih dikenal sebagai Suku Kubu di Provinsi Jambi. Bagaimana ceritanya?
--------
Kiki Wulandari – Palembang
-------
Tepat pukul 11.00 WIB pada Kamis (10/11) lalu, dokter yang bertugas di RSMH Palembang usai melakukan operasi. “Nanti ya, saya cuci tangan dulu,” katanya sebelum memulai wawancara. Sambil duduk dan beristirahat di Ruangan Bedah RSMH, dr Marta--biasa dirinya disapa--menceritakan pengalamannya yang penuh warna menjadi dokter hingga saat ini.
Diceritakannya, sewaktu masih menjadi dokter umum di Desa Muara Siau, Kabupaten Sarolangun, sekarang menjadi Kabupaten Bangko, saat mengemudi mobil Hardtop, melihat seorang gadis tergeletak di pinggir hutan. Ia pun menghentikan kendaraannya dan turun untuk memeriksa gadis tersebut. Setelah diperiksa, ternyata gadis itu menderita tumor ginjal (wilms). “Saya langsung membawa dan mengobatinya ke puskesmas,” tuturnya.
Dari pengalaman itulah, dr Marta tertarik mengambil spesialis bedah. Pada 2002-2005, ia mengambil spesialis bedah umum di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya (FK Unsri). Kemudian, dirinya melanjutkan mengambil spesialis urologi lantaran ditawari dr Didit dan dr Rizal yang juga dari spesialis urologi.
“Saya ingat betul, tawaran itu ketika saya pulang dari musibah tsunami di Aceh,” kenangnya. Untuk mendapatkan spesialis itu tidak mudah. Pertama kali, dirinya mendaftar di Universitas Indonesia (UI). Sayangnya belum lulus. Padahal selama satu tahun dirinya mempersiapkan diri dengan membaca buku urologi.
“Sebenarnya, pertanyaan ujian masuk itu saya jawab semua, tapi mungkin nasib kurang baik,” katanya. Tidak putus asa, suami dari dr Afrimelda MKes ini memilih Universitas Airlangga (Unair) Surabaya untuk mewujudkan menjadi spesialis urologi dari 2006 hingga 2010.
Dia mengaku, banyak kasus yang ditemui selama belajar di RSUD Soetomo Surabaya. Misalnya, kasus seperti penis kejepit di pipa. Pasien tersebut melakukan masturbasi menggunakan pipa ledeng. Uniknya, kejadian tersebut diatasi menggunakan gerindo yang biasa dipakai di bengkel. “Kasus ini saya temui di Surabaya sekali, di Palembang sekali,” ungkapnya sambil tertawa.
Ia juga pernah menangani kasus pasien kelainan jiwa yang memotong penis sendiri. Mungkin, kata dia, pasien mengalami ilusi sehingga yang dilihat seekor ular, makanya pasien memotong. Kejadian itu terjadi dua kali dengan pasien yang sama.
Ia menceritakan, pertama pasien memotong di arah pangkal. Kasus ini masih bisa diatasi dengan cara menyambung. “Ini bisa dilakukan karena pembuluh darah di pangkal besar,” imbuhnya. Dua bulan kemudian, pasien kembali memotong penis di bagian ujung penis. “Ini tidak bisa disambung, hanya bisa diperbaiki,” paparnya.
Ia mengenang, saat masih menjadi dokter di Jambi, banyak pengalaman lain yang tidak 
terlupakan. Contohnya, waktu itu dalam perjalanan di hutan, tiba-tiba tali gas mobil putus. dr Marta bersama istri dan anaknya yang masih berusia satu tahun melihat harimau yang lewat di depan mobilnya. “Tidak bisa diungkapkan rasanya melihat harimau berjalan di depan mobil cuma berjarak kurang dari 10 meter,” ungkapnya.
Lebih jauh dikatakannya, menjadi seorang dokter dan bergaul dengan Suku Anak Dalam (SAD) tidaklah sulit. Kunci utama untuk melayani masyarakat tetap diutamakan. Saat itu, ia berprofesi kepala puskesmas yag melayani 34 desa.
Karena kesulitan komunikasi karena medannya yang berat, dirinya memberikan handy talky (HT) kepada 34 petugas di pos masing-masing. Petugas yang di pos selanjutnya berkomunikasi untuk konsultasi keluhan yang dihadapi masyarakat desa tersebut. “Saya juga tetap mengunjungi desa-desa itu. Kalau saya datang, masyarakat memanggil dengan sebutan Raja Suntik,” katanya tertawa.
Puskemas yang dipimpinnya saat itu sudah dilengkapi dengan ruang emergency dan ruang perawatan VIP lengkap dengan peralatannya. “Karena itu, kami mendapatkan penghargaan Abdi Setia Bakti mewakili Provinsi Jambi,” terangnya seraya menambahkan, dirinya bertugas di di Jambi sekitar 9 tahun.
Masih kata pria kelahiran 1 Maret 1968 ini, ada beberapa masyarakat di sana tidak mau berobat ke puskemas. Malah, mereka memilih berkunjung ke rumah. “Dengan setia, mereka (pasien) menunggu saya pulang untuk diobati,” tuturnya.
Apalagi rumah dinasnya bersebelahan dengan puskesmas. Selain itu, dirinya juga tidak memungut bayaran kepada pasien yang berobat di rumah. Ia mengaku, tidak sulit berkomunikasi dengan pasien dari SAD. “Kalau bahasa mereka, saya ngerti sedikit-sedikit,” akunya.
Dari pengabdian ini, bungsu empat saudara ini menerima penghargaan Dokter Teladan Tingkat Provinsi Jambi dari Presiden RI pada 1996. “Waktu itu, presidennya masih Pak Soeharto,” bebernya.
Dia menambahkan, profesi dokter sangat didukung oleh keluarga. Meskipun kedua orang tua dan saudaranya tidak ada yang berprofesi sebagai dokter. Waktu kecil, ada tiga pilihan cita-cita, yakni insinyur, dokter, dan wakil presiden. “Kenapa pilih wakil, soalnya kalau presiden ketinggian. Namun, nasib menjadikan saya sebagai dokter,” pungkasnya sembari tersenyum. (*/ce1)
- See more at: http://www.sumeks.co.id/index.php/sumeks/23460-sembilan-tahun-obati-suku-kubu-dipanggil-raja-suntik#sthash.u41mw2iD.dpuf

Kamis, 03 November 2016

Pengumumman Penerimaan Pegawai

Add caption

Add caption



Add caption

RSMH “KEBAKARAN”



 RSMH “KEBAKARAN”
 
Suasana RSMH yang biasa lengang, mendadak ramai. Sebagian perawat menyelamatkan pasien dengan menggunaka kursi roda maupun brancard, yang lain membawa dokumen penting dan peralatan medis dengan memakai topi berwarna merah, biru, putih dan kuning. Ada yang berteriak red code..red code...sirine pun terdengar, tak lama datang mobil pemadam kebakaran dan memadamkan api yang terdapat di lantai 4 ruang Selincah. Petugas tampak sigap memadamkan api, tak lama api pun padam. Pasien, perawat dan yang lainnya tampak berkumpul di titik kumpul yang berada di area tower air.
Rupanya siang itu ada kegiatan simulasi Penanggulangan kebakaran di RSMH. Ka.Instalasi IPSNM Sudarto,ST,MSi mengatakan kegiatan simulasi penanggulangan kebakaran ini bekerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan  Pemadam Kebakaran Kota Palembang. Tujuan diadakan simulasi ini adalah untuk melatih petugas dalam mengevakuasi pasien, alat medis, dokumen dan juga memadamkan api.
Kegiatan simulasi penanggulangan kebakaran ini  merupakan salah satu program pemantapan menuju inisial survey akreditasi JCI tidak hanya dalam bentuk program namun juga bagaimana  implementasinya di lapangan.
Langkah pasti RSMH Palembang menuju initial survey Akreditasi JCI, sudah tinggal menghitung hari. Tanggal 28 November – 2 Desember 2016 Tim Surveyor akan datang ke RSMH dalam rangka Penilaian RSMH sebagai RS berstandar Internasional. Akreditasi Rs adalah suatu proses lembaga Independen yang melakukan assesmen terhadap rumah sakit dengan tujuan memenuhi standar yang dirancang untuk memperbaiki keselamatan dan mutu pelayanan, meningkatkan keselamatan dan kualitas asuhan pasien. Bagaimana mengimplementasikan standar-standar tersebut dalam melakukan pelayanan kesehatan, ini yang menjadi penilaian penting dalam initial survey Akreditasi JCI.
Bravo RSMH...!!
Humas#yeri

Selasa, 01 November 2016

KANKER DAN KEMOTERAP[I



50 %  pasien yang kanker akan menjalani pengobatan kemoterapi

Himpunan Perawat Onkologi Indonesia (HIMPONI) bekerjasama dengan RS. M. Husin Palembang, menyelenggarakan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi perawat dalam pemberian kemoterapi selama  4 hari mulai hari ini Rabu,02  November 2016

Berdasarkan data, Lebih dari 50 % kasus pasien yang telah didiagnosis kanker akan menjalani pengobatan kemoterapi sebagai salah satu alternatif modalitas pilihan terapi. Seperti kita ketahui bahwa kemoterapi selain membunuh sel-sel kanker, juga akan mengganggu pertumbuhan sel tubuh yang normal. Manifestasi klinis dari kerusakan sel-sel tubuh normal tersebut, berupa rambut rontok, rasa mual, muntah, stomatis, penurunan nafsu makan, mukositis , perubahan status hematologi dan efek samping lainnya. Semua efek samping yang timbul merupakan masalah kesehatan tambahan yang bersifat sementara, disamping penyakit utama pasien yang memerlukan penanganan secara multidisiplin dan komprehensif. Disamping itu keamanan dan keselamatan perawat pada saat kontak dengan obat kemoterapi (safe handling ), juga perlu mendapat perhatian khusus. 

Aspek keperawatan sangat memegang peranan penting dalam penatalaksanaan pemberian kemoterapi. mulai dari saat disampaikannya informasi kepada pasien dan keluarga bahwa pasien akan menjalani pengobatan kemoterapi, penentuan protokol, jenis, dan dosis obat, tata cara pencampuran obat, safe handling, cara pemberian obat, serta asuhan keperawatan pasien, baik selama maupun setelah pemberian kemoterapi dilaksanakan.

Tujuan Pelatihan ini adalah umtuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan pasien dengan kemoterapi melalui peningkatan kompetensi perawat  dengan harapan para peserrta setelah mengikuti pelatihan diharapkan peserta mampu :
1.   Memahami Konsep Dasar pemberian Kemoterapi
2.   Memahami proses replikasi sel
3.   Memahami Prinsip Pengobatan dan Penatalaksanaan Obat kemoterapi
4.   Memahami Farmakologi kemoterapi & Siklus sel
5.   Memahami Nutrisi pada pasien kanker dengan kemoterapi
6.   Melakukan Perawatan ekstravasasi
7.   Melakuka Penanganan Kemoterapi dengan aman ( Safe and Handling )
8. Melakukan manajemen perawatan Aspek Psikologis Pada Pasien Kemoterapi
9.   Melakukan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Kemoterapi.
10. Melakukan Prosedur & Cara Pemberian Kemoterapi.
11. Melakukan Prosedur & Cara Penanganan spill out kemoterapi.

NARA SUMBER DAN FASILITATOR
1.            Dokter Spesialis Hematologi Onkologi Medik
2.            Dokter Spesialis Paru
3.            Dr. Spesialias Patologi Anatomi
4.            Ners Spesialis Onkologi

Sasaran Peserta Pelatihan Perawatan Pasien Kanker Dengan Kemoterapi adalah Perawat di lingkungan RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang dan perawat RS lain yang merawat pasien kanker. 



Liputan Suhaimi

PENGAMBILAN SUMPAH 72 PNS, UPT KEMENKES RI



PENGAMBILAN SUMPAH 72 PNS, UPT KEMENKES RI

Dalam rangka usaha membina Pegawai Negeri Sipil yang bersih, jujur, dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur negara dan abdi masyarakat maka setiap Pegawai Negeri Sipil wajib mengangkat Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil. Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil adalah pernyataan kesanggupan untuk melakukan suatu keharusan atau tidak melakukan suatu larangan.
Pengambilan sumpah PNS Unit Pelaksana Tekhnis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, pada hari Selasa 1 November 2016 di Ruang Konfrensi Utama Lt.2 RSUP Dr.Mohammad Heosin Palembang.
Pegawai Negeri Sipil yang diambil sumpahnya sebagai PNS sebanyak 72 orang yang terdiri dari :
1. RSUP Dr.Mohammad Hoesin Palembang   : 43 orang
2. KKP Palembang                                        : 13 orang
3. BBLK Palembang                                      : 5 orang
4. BTKL Palembang                                      : 5 orang
5. RSK Dr.Rivai Abdullah Palembang            : 6 orang

Pelaksanakan pengambilan Sumpah PNS dilakukan Oleh Direktur Utama RSMH yaitu Dr.Mohammad Syahril,Sp.P,MPH,  dan didampingi oleh Rohaniawan, sesuai dengan agama/kepercayaan dari PNS yang disumpah.
Pengambilan sumpah PNS  langsung oleh acara tersebut dihadiri oleh Jajaran Direksi, Pejabat Kemenkes RI, Pejabat Struktural dan Non Struktural, Para rohaniawan dan para Undangan dari instansi dibawah jajaran Kemenkes RI.
Dalam kata sambutannya Direktur Utama Dr.Mohammad Syahril,Sp.P,MPH mengatakan pengambilan sumpah penting bagi para abdi negara. Tujuannya,  agar CPNS bisa menjalankan tugas dan tanggungjawabnya, serta memberikan pelayanan kepada masyarakat. Seorang Pegawai Negeri Sipil yang telah diambil sumpahnya harus menjaga nama baik institusi Negara dimanapun bertugas, selalu memegang teguh rahasia kedinasan maupun rahasia jabatan. Fokus kepada komitmen untuk memberikan pengabdian sebagai PNS sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dan memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat.
Dengan adanya janji/sumpah PNS tersebut sangat diharapkan para Pegawai Negeri Sipil  mentaati dan menerapkannya saat mengemban tugas, bukan hanya sekedar diucapkan saja..
Kami ucapkan selamat kepada PNS yang baru disumpah, semoga dapat amanah dalam menjalankan tugasnya.
Humas#team