Rabu, 22 Januari 2020



KENALI KUSTA SECARA DINI
DR. Dr. Rusmawardiana, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV
Divisi Dermatologi Infeksi-Bagian/KSM Dermatologi dan Venereologi FK UNSRI
 RSUP Dr. Moh Hoesin Palembang

Dalam rangka menyambut Hari Kusta Sedunia (World Leprosy Day) yang jatuh pada tanggal 25 Januari 2020, sehingga menjadi waktu yang tepat bagi Divisi Dermatologi Infeksi-Bagian/KSM Dermatologi dan Venereologi FK UNSRI/RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang untuk memberikan edukasi tentang penyakit kusta kepada masyarakat luas “Kenali Kusta Secara Dini”. Salah satunya melalui acara talkshow kesehatan di LPP RRI Palembang, pada tanggal 22 Januari 2020.
Kusta termasuk penyakit tertua dalam sejarah, dikenal sejak tahun 1400 sebelum masehi, sehingga dianggap sebagai penyakit kutukan dan masyarakat takut dengan keberadaan penderita kusta. Penyakit kusta atau disebut juga dengan Morbus Hansen adalah infeksi kulit kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri tersebut ditularkan melalui kontak kulit yang lama dan erat dengan penderita dan juga ditularkan melalui inhalasi atau menghirup udara dalam bentuk droplet (butiran air) dari penderita. Hingga saat ini, Indonesia menduduki peringkat ke-3 di dunia sebagai negara dengan jumlah penderita kusta terbanyak. Infeksi ini menyerang saraf tepi dan kulit, kemudian saluran pernapasan atas, dan bisa juga menyerang organ lain kecuali otak.
Gejala dan tanda kusta tidak nampak jelas dan berjalan sangat lambat dapat muncul kisaran 2-5 tahun setelah pasien terinfeksi. Berikut ini gejala dini kusta yang perlu diwaspadai: kelainan kulit berupa bercak putih seperti panu ataupun bercak kemerahan yang kurang rasa atau mati rasa, kulit tidak ditumbuhi rambut, kulit tidak mengeluarkan keringat, kulit tidak gatal dan tidak sakit
Pada umumnya dari gejala dini ini, penderita sering kali tidak merasa terganggu sehingga terabaikan dan muncul gejala lebih lanjut yang ditandai dengan kecacatan, misalnya pasien tidak bisa menutup mata bahkan sampai buta, mati rasa pada telapak tangan dan kaki, jari kriting, memendek dan putus (mutilasi), tangan dan kaki lunglai (semper). Kecacatan pada penderita kusta biasanya terjadi akibat kurangnya kesadaran penderita akan gejala dini, terlambatnya diagnosis dan pengobatan secara dini. Akibatnya, penderita akan mengalami penurunan kualitas hidup, masalah sosial ekonomi, hilangnya pekerjaan dan stigma masyarakat. Jika masyarakat menemui gejala-gejala dini kusta, diharapkan untuk segera memeriksakan diri ke layanan kesehatan terdekat untuk pemeriksaan lebih lanjut dan mendapatkan pengobatan gratis.

 
Penyakit kusta dapat disembuhkan tanpa cacat bila penderita minum obat secara teratur sesuai petunjuk tenaga kesehatan. Obat dapat diperoleh di Puskesmas terdekat selama 6 bulan untuk kusta ringan dan 12 bulan untuk kusta berat. Pencegahan kusta melalui pemeriksaan darah pada orang yang tinggal minimal 6 bulan sekitar penderita yang disebut narakontak, sehingga pencegahan dapat dicapai. Pemeriksaan yang dilakukan adalah mendeteksi antibodi bakteri kusta pada narakontak.Dengan mengenali gejala kusta sedini mungkin, maka pengobatan dapat dilakukan lebih dini sehingga kecacatan dan penularan dapat dicegah.
Referensi:
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 11 tahun 2019 tentang Penanggulangan Kusta.
2. Panduan Praktik Klinis Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) tahun 2017.
Promkes