KENALI KUSTA SECARA DINI
DR. Dr. Rusmawardiana, Sp.KK(K), FINSDV,
FAADV
Divisi
Dermatologi Infeksi-Bagian/KSM Dermatologi dan Venereologi FK UNSRI
RSUP Dr. Moh Hoesin Palembang
Dalam
rangka menyambut Hari Kusta Sedunia (World Leprosy Day) yang jatuh pada tanggal
25 Januari 2020, sehingga menjadi waktu yang tepat bagi Divisi Dermatologi
Infeksi-Bagian/KSM Dermatologi dan Venereologi FK UNSRI/RSUP Dr. Moh. Hoesin
Palembang untuk memberikan edukasi tentang penyakit kusta kepada masyarakat
luas “Kenali Kusta Secara
Dini”. Salah satunya melalui acara talkshow kesehatan di LPP RRI Palembang, pada tanggal 22 Januari 2020.
Kusta
termasuk penyakit tertua dalam sejarah, dikenal sejak
tahun 1400 sebelum masehi, sehingga dianggap sebagai penyakit kutukan dan
masyarakat takut dengan keberadaan penderita kusta. Penyakit kusta atau disebut
juga dengan Morbus Hansen adalah infeksi kulit kronis yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri
tersebut ditularkan melalui kontak kulit yang lama dan erat dengan
penderita dan juga ditularkan melalui inhalasi atau menghirup udara dalam
bentuk droplet (butiran air) dari penderita. Hingga saat ini, Indonesia menduduki
peringkat ke-3 di dunia sebagai negara dengan jumlah penderita kusta terbanyak.
Infeksi ini menyerang saraf tepi dan kulit, kemudian saluran pernapasan
atas, dan bisa juga menyerang organ lain kecuali otak.
Gejala dan
tanda kusta tidak nampak jelas dan berjalan sangat lambat dapat muncul kisaran
2-5 tahun setelah pasien terinfeksi. Berikut ini gejala dini kusta yang perlu
diwaspadai: kelainan kulit berupa bercak putih seperti panu ataupun bercak
kemerahan yang kurang rasa atau mati rasa, kulit tidak ditumbuhi rambut, kulit
tidak mengeluarkan keringat, kulit tidak gatal dan tidak sakit
Pada umumnya
dari gejala dini ini, penderita sering kali tidak merasa terganggu sehingga
terabaikan dan muncul gejala lebih lanjut yang ditandai dengan kecacatan,
misalnya pasien tidak bisa menutup mata bahkan sampai buta, mati rasa pada
telapak tangan dan kaki, jari kriting, memendek dan putus (mutilasi), tangan
dan kaki lunglai (semper). Kecacatan pada penderita kusta biasanya terjadi
akibat kurangnya kesadaran penderita akan gejala dini, terlambatnya diagnosis
dan pengobatan secara dini. Akibatnya, penderita akan mengalami penurunan
kualitas hidup, masalah sosial ekonomi, hilangnya pekerjaan dan stigma
masyarakat. Jika masyarakat menemui gejala-gejala dini kusta, diharapkan untuk
segera memeriksakan diri ke layanan kesehatan terdekat untuk pemeriksaan lebih
lanjut dan mendapatkan pengobatan gratis.
Penyakit
kusta dapat disembuhkan tanpa cacat bila penderita minum obat secara teratur
sesuai petunjuk tenaga kesehatan. Obat dapat diperoleh di Puskesmas terdekat
selama 6 bulan untuk kusta ringan dan 12 bulan untuk kusta berat. Pencegahan
kusta melalui pemeriksaan darah pada orang yang tinggal minimal 6 bulan sekitar
penderita yang disebut narakontak, sehingga pencegahan dapat dicapai.
Pemeriksaan yang dilakukan adalah mendeteksi antibodi bakteri kusta pada
narakontak.Dengan mengenali gejala kusta sedini mungkin, maka pengobatan dapat
dilakukan lebih dini sehingga kecacatan dan penularan dapat dicegah.
Referensi:
Referensi:
1. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 11 tahun 2019 tentang Penanggulangan Kusta.
2. Panduan Praktik Klinis
Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) tahun 2017.
Promkes
Tidak ada komentar:
Posting Komentar