Rabu, 18 September 2019

Seorang Humas Harus Banyak Bekerja dan Banyak Bicara


Sekjen Kemenkes RI:
Seorang Humas Harus Banyak Bekerja dan Banyak Bicara
(Pertemuan Humas Kesehatan Tahun 2019 di Denpasar Bali)
 
Lebih dari seratus  pejabat pengelolah Humas Kesehatan yang tersebar di satuan kerja UPT  Verikal Kemenkes dan Kantor Pusat di lingkungan Kementerian Kesehatan serta pemangku kegiatan kehumasan di Dinas Kesehatan Provinsi seluruh Indonesia, menghadiri Pertemuan Humas Kesehatan Tahun 2019 di Harris Hotel and Convention Denpasar Bali
Pertemuan yang berangsung selama 3 hari (18 – 20 September 2019) Mengangkat Tema 'Humas Kesehatan Handal dan Bijak dalam Bermedia Sosial dan Pelayanan Publik”  dibuka secara resmi oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan drg. Oscar Primadi, MPH (18/9) 

drg. Oscar Primadi dalam kata sambutanya mengharapkan seorang humas harus aktif memantau semua informasi dan isu isu  terkini dibidang kesehatan dengan segala kanal yang ada saat ini bukan hanya media maintream tetapi juga media sosial. Peran Humas Kesehatan  di daerah harus mampu membangun Image Positif tentang pelayanan kesehatan,  beliau juga menegaskan bahwa seorang humas harus banyak bekerja dan juga harus banyak bicara
 
Kegiatan pertemuan humas kesehatann  ini dilaksakan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan. Pada kesempatan tersebut . Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kemenkes, drg Widyawati, MKM mengatakan bahwa humas Kesehatan memegang peranan penting dalam menyajikan sebuah Informasi yang benar dan bertanggung jawab dibidang kesehatan sehingga ketrampilan dan kemampuan petugas Teknis itu perlu diasah dan terus dikembangkan serta membangun kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah khususnya bidang kesehatan perlu di lakukan melalui pemberitaan-pemberitaan yang terus menerus dan mempublikasikan khususnya keberhasilan pembangunan bidang Kesehatan.
 
Hadir pada pembukaan pertemuan tersebuat kepala Dinas kota Kesehatan  Denpasar kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Denpasar, dr. Luh Putu Sri Armini M.Kes  serta pejabat –pejabat kesehatan di lingkungan pemerintahan Provinsi Denpasar (Bali)
( Suhaimi-Humas RSMH)

Selasa, 17 September 2019

Semangat “World Patient Safety Day “ di RSMH Palembang


Semangat “World Patient Safety Day “ di RSMH Palembang


Semua negara Anggota WHO menetapkan 17 September sebagai Hari Keselamatan Pasien Sedunia. . World Patient Safety Day memberikan peringatan kepada kita semua bahwa  keselamatan pasien sebagai prioritas kesehatan global, dengan semangat 'tidak seorang pun boleh dirugikan dalam perawatan kesehatan'

Pada hari ini Selasa, 17 September 2019, sebagai World Patient Safety Day. mengambil  Tema "Speak Up for Patient Safety". .Kasubdit Mutu dan Akreditasi Rujukan Ditjend Yankes (dr.Irna Lidiawati, MARS dan Tim) bersama  Direksi RSMH Palembang dan Tim Surveyor dari RSCM yang di pimpin oleh Dr.dr. Ratna Dwi restuti,Sp.THT-KL(K) Direktur Pengembangan dan Pemasaran RSCM, memberikan komitmen bersama untuk Budaya Mutu dan  Keselamatan Pasien bertepatan dg acara Mock Survey Akreditasi JCI  di RSMH Palembang oleh Tim RSCM 


( Liputan Suhaimi/ Humas RSMH)

Selasa, 10 September 2019

Ny. Kristina Lahirkan Bayi Kembar 4 di RSMH.


Ny. Kristina Lahirkan Bayi Kembar 4  di RSMH.

Ny. Kristina (29)  tidak menyangka bahwa kelahiran anak pertamanya kembar 4 dengan jenis kelamin 2 laki-laki dan 2 Perempuan wanita asal Banyuasin yang berdomisili di Perumnas sako tersebut merasa terharu dan bahagia saat diwawancarai masih terbaring di Ruang perawatan RSMH Palembang

Ny.Kristina yang menikah pada Bulan Agustus 2018  tidak menyangka akan melahirkan bayi kembar 4 karena dia mengetahui akan melahirkan bayi kembar 4 saat  usia kandungannya 8 minggu. Pagi 9 Sept 2019 Melahirkan di RSMH secara normal (tidak Caesar) , dia menuturkan bahwa memang rencananya akan Caesar namun dokter menyarankan sebaiknya melahirkan secara normal

Saat ini Keempat bayinya cukup sehat dan telah diberi nama masing masing yang perempuan Stevani Purwanto dam Stevia Purwanto, sedangkan untuk anak laki-laki diberinama Stevanus Purwanto dan Stevanu Purwanto.

Dia berharap  semua anak-anak sehat, tumbuh dengan baik dan cerdas Ia berkeinginan, saat dewasa nanti yang anak laki-laki menjadi atlet bulu tanggkis, nasional, berpreatasi tinggkat dunia dan mengharumkan nama negara, sedangkan yang perempuan biar manjadi pramugari,ujarnya sambil tersenyum bahagia. 

(Suhaimi-Humas RSMH)

Kamis, 05 September 2019

DETEKSI DINI MANIFESTASI DI RONGGA MULUT PADA PENDERITA HIV/AIDS

DETEKSI DINI
MANIFESTASI DI RONGGA MULUT PADA PENDERITA HIV/AIDS
Oleh : Drg Ade Puspa Sari, Sp. PM


Talkshow Interaktif Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) Pro 2 Palembang, Topik “MANIFESTASI DI RONGGA MULUT PADA PENDERITA HIV/AIDS” dilaksanakan setiap minggu pertama dan ketiga setiap bulannya ,hari ini Rabu 4 September 2019  dengan narasumber Drg Ade Puspa Sari, Sp. PM.

Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan masalah kesehatan global yang sampai saat ini memerlukan perhatian dalam penatalaksanaannya. Hal ini terlihat dari jumlah kasus infeksi HIV/AIDS yang dilaporkan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tahun 2005-2017 Kementerian Kesehatan mencatat kasus HIV 280.623 dan 102.667 kasus AIDS, dengan kelompok umur tertinggi pada umur 20-29 tahun sebanyak 32,5% (Kemenkes, 2017).
Salah satu program kesehatan mulut WHO adalah mengutamakan pencegahan efektif dari manifestasi rongga mulut HIV/AIDS melalui beberapa kegiatan diantaranya melakukan identifikasi lesi mulut yang paling indikatif pada HIV/AIDS (WHO, 2008).
Berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Selatan Nomor 15 tahun 2011 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS di Sumatera Selatan, maka seluruh sarana pelayanan kesehatan dasar, rujukan dan penunjang milik Pemerintah dan swasta tidak boleh menolak memberikan pelayanan kesehatan pada pasien yang terinfeksi.
Dengan adanya peningkatan kasus infeksi HIV/AIDS dan keberadaan kelainan yang timbul di rongga mulut, maka dokter gigi mempunyai peluang yang besar untuk menemukan orang yang terinfeksi HIV, baik yang belum atau yang sudah terdiagnosis positif, selama memberikan pelayanan kesehatangigi dan mulut.
Manifestasi rongga mulut pada penderita HIV/AIDS dapat menjadi petanda klinik pertama bahwa orang tersebut terinfeksi HIV. Selain itu, beberapa kelainan mulut terentu dari infeksi HIV/AIDS dapat digunakan sebagai prediksi perkembangan penyakit dan status imunnya.
AIDS merupakan sekumpulan gejala penyakit yang disebabkan infeksi HIV. HIV adalah suatu retrovirus yang menginfeksi dan merusak sel dari sistem imun terutama limfosit T CD4+ secara bertahap sehingga tubuh tidak mampu lagi untuk menghindari terjadinya infeksi dan kanker.
HIV ditularkan melalui : 1. Darah yang terinfeksi HIV melalui pemakaian jarum suntik secara bergantian, tato, tindik, tranfusi darah, tranplantasi organ, tindakan hemodialisis dan tindakan perawatan gigi tanpa universal precaution dan protokol penanggulangan tranmisi infeksi, 2. Cairan semen dan vagina yang terinfeksi HIV (homoseksual / heteroseksual), 3. Ibu ke anak yang transmisinya paling sering melalui in utero atau saat melahirkan, kemungkinan juga dapat melalui air susu ibu (Abbas et al., 2015; New york State Department, 2010).
Diagnosis klinis infeksi HIV/AIDS dapat ditegakkan berdasarkan adanya gejala mayor dan minor, misalnya ditemukan dua gejala mayor dengan satu atau lebih gejala minor (Nasronudin, 2010).
Gejala mayor : berat badan turun lebih dari 10% dalam satu bulan, diare kronis lebih dari satu bulan, penurunan kesadaran dan gangguan neurologis.
Gejala minor : batuk menetap lebih dari satu bulan, dermatitis generalisata, herpes zoster multisegmental dan berulang, candidiasis orofaringeal, herpes simplex kronis progresif, limfadenopati generalisata, infeksi jamur genital wanita berulang.
Manifestasi rongga mulut dapat dijumpai akibat infeksi dan neoplasma.
Oral candidiasis
Infeksi jamur yang paling sering dijumpai sebagai gejala dini pasien HIV/AIDS berupa oropharyngeal candidiasis. Oral candidiasis menjadi ko-infeksi yang pertama kali muncul dan berkaitan erat denga HIV/AIDS (Field, et al., 2010). Dijumpai dalam 3 bentuk yaitu erythematous candidiasis, pseudomembranous candidiasis dan angular cheilitis.

Angular Cheilitis
Angular Cheilitis (AC) dapat disebut juga sebagai perleche, angular cheilitis, angular stomatitis. Tanda klinis khas lesi ini ditandai dengan eritema, fisura, dan nyeri pada sudut mulut (Coogan et al., 2005).

Oral Hairy Leukoplakia
Oral Hairy Leukoplakia (OHL) ditemukan pada sejumlah besar pasien yang terinfeksi HIV, tampak sebagai suatu lesi putih berombak atau berambut pada lateral lidah, tidak dapat dikerok dan juga asimptomatik. merupakan indikator kuat keadaan imunodefisiensi pada penderita HIV.
Linear Gingival Erythema
Linear Gingival Erythema (LGE) merupakan lesi oral yang terletak sepanjang marginal gingiva, tampak eritematus dengan lebar 2-3 mm, tidak berkaitan dengan oral hygiene yang buruk, tidak terdapat ulserasi, tanpa penambahan dalamnya poket atau hilangnya perlekatan mukosa, asimtomatik, meskipun kadang disertai perdarahan atau rasa tidak nyaman  (Molinari & Glick 2013; Reznik & O’Daniels, 2015).

Necrotizing Ulcerative Gingivitis (NUG)
Adanya ulserasi yang sakit pada papila interdental. Gejala lain timbulnya halitosis dan perdarahan spontan gingiva. Disertai malaise dan limfodenopati regional

Necrotizing Ulcerative Periodontitis (NUP)
                Necrotizing Ulcerative Periodontitis (NUP) tanda-tandanya, yaitu timbulnya rasa sakit yang hebat, rusak/hilangnya perlekatan tulang alveolar secara progresif, gigi goyang dan halitosis. Proses ini mengakibatkan nekrosis jaringa lunak dan tulang
Neosplasma
Sarkoma Kaposi
                Sarkoma Kaposi merupakan lesi keganasan mulut yang dapat dijumpai pada pasien HIV/AIDS. Human Herpes Virus-8 (HHV-8) dikaitkan sebagai etiologinya. Gambaran klinisnya dapat berupa makula, nodula dengan warna merah keunguan. Lesi awal cenderung rata, merah, dan asimptomatik. Lesi tersebut bisa ditemukan pada permukaan tubuh, sedangkan pada rongga mulut dapat ditemukan pada bagian palatum, lidah dan gingiva. Biasanya Sarkoma Kaposi ditemukan pada pasien dengan jumlah CD4+ di bawah 200 sel/mm3 (Molinari & Glick 2015; Reznik & O’Daniels, 2010; Hartanto, 2011).

( Liputan Suhaimi/ Humas RSMH)


Rabu, 04 September 2019

SHARING SESSION DENGAN RSUP KARIADI MENUJU RSMH MANDIRI

SHARING SESSION DENGAN RSUP KARIADI MENUJU RSMH MANDIRI


Komitmen dan integritas leader merupakan hal mutlak yang harus dipenuhi jika RSMH ingin berkembang dgn baik menuju kemandirian. Leadership dan kerjasama tim sangat diperlukan dalam pengembangan RSMH utk menjadi organisasi yang berkinerja tinggi”, demikian arahan dari Direktur Utama RSMH dr.Mohammad Syahril ,Sp.P, MPH dalam acara Sharing Session leadership dan managerialship menuju kemandirian RS dengan narasumber Direktur Utama RSUP dr.Kariadi Semarang dr.Agus Suryanto, Sp.PD-KP , MARS pada Rabu (4/9) di Aula Utama RSMH dihadiri oleh para leader diantaranya Ketua dan Koordinator Pelayanan dan Pengembangan KSM , pejabat struktur dan non struktural lainnya. 

Selanjutnya menurut dr.Syahril , para leader harus memahami 4 hal yaitu Kekuatan, Kelemahan, Peluang  dan Ancaman dan yang tak kalah penting adalah mampu untuk berkomunikasi dengan baik.Keberhasilan pengelolaan RS BLU merupakan hasil kerjasama semua unsur yang ada di seluruh RSMH.

        Sementara itu menurut dr.Agus,  bagaimana strategi penguatan dan peningkatan kemampuan leadership dan managerial ship menuju kemandirian RS sehingga untuk  mencapai produktivitas yg tinggi diperlukan upaya strategis yg efisien dengan menggunakan pendekatan sistem secara holistik dan komprehensif untuk mencapai hasil / tujuan organisasi dan pengelolaan keuangan yang baik merupakan salah satu indikator tata kelola BLU yang baik.

( Liputan Suhaimi/ Humas RSMH)

Jumat, 30 Agustus 2019

Wawancara Khusus dg Dokter Sindu Saksono, Tim Dokter Bedah Anak RSMH


Di Balik Keberhasilan Operasi Kembar Siam RSMH

Wawancara Khusus dg Dokter Sindu Saksono, Tim Dokter Bedah Anak RSMH

Keberhasilan tim RS Moh Hoesin Palembang melakukan pemisahan bayi kembar berjenis kelamin perempuan Alisya dan Aysha. Tak lepas dari peran dr. Sindu Saksono, Sp.B, Sp.BA. Dokter senior yang berusia 62 tahun ini menjadi ketua Tim dokter bedah RSMH.

Saat berbincang dengan Dokter Sindu, Kamis (29/08/2019) di ruang meeting RS Moh Hoesin Palembang, Dokter Sindu menolak dikatakan sebagai satu-satunya Dokter Bedah Anak di Sumatera Selatan. “Ada kok satu lagi, dr. Shalita Dastamuar, Sp.B, Sp.BA,” ujar dia merendah. Walaupun sebenarnya, Dokter Shalita sendiri tercatat sebagai murid Dokter Sindu.

Dokter Sindu mengakui, menjadi dokter spesialis bedah anak banyak suka dukanya ,. pernah suatu kejadian saat anak yang kita operasi selamat, ya orang tuanya akan sangat senang. Pernah sampai ada menamai anaknya, Sindu, pas dipanggil, Sindu..Sindu..saya noleh, oh bukan saya, ternyata anak itu,” kata dia tertawa. Tapi, kalau pas anaknya tidak selamat, lanjut Dokter Sindu, ia akan kebagian makian dari orang tua anaknya.

Dokter Sindu bersama Gubernur Herman Deru saat mengamati video proses pemisahan bayi kembar siam Alisya dan Aysha

Namun, satu hal yang paling berkesan bagi dokter yang menyelesaikan sarjana kedokteran di Universitas Airlangga, dan mengambil spesialisasi Bedah Anak di Universitas Padjajaran itu, ketika ia melakukan operasi kecil yakni sunatan. Dan ternyata si anak yang disunat itu mengidap HIV. Sedikit saja ia salah dalam melakukan operasi, bisa jadi Dokter Sindu akan tertular. “Tapi selama saya menjadi dokter bedah, saya selalu mengutamakan yang namanya Basic Surgical Skills (BSS),” kata dia. BSS adalah metode pelatihan berstandar internasional yang diterapkan untuk memberikan kompetensi ketrampilan dasar bedah kepada para dokter. “Misalnya, kalau mau pegang jarum jangan pakai tangan tetapi menggunakan pinset. Semestinya sekarang semua dokter menerapkan BSS itu saat melakukan tindakan,” jelasnya.

Dokter Sindu sendiri telah bertugas di RS Moh Hoesin Palembang semenjak tahun 2003. Selama 16 tahun ia bertugas di RS Moh Hoesin, sudah ada tiga pasien kembar siam yang ia tangani. Salah satunya kembar siam Rahma-Rahmi yang dioperasi tahun 2013 lalu. Menurutnya, waktu itu, kedua Rahma Rahmi baik sehingga bisa untuk dipisahkan. “Kalau nggak salah usia mereka enam bulan waktu kami lakukan pemisahan. Makanya keduanya dapat bertahan,” kata Dokter Sindu yang asli Tulung Agung, Jawa Timur.

Tapi, lanjut dokter yang dulunya bercita-cita pingin menjadi Chef itu, untuk operasi pemisahan Alisya dan Aysha, kondisinya berbeda, karena termasuk bayi kembar siam parasit. Salah satu bayi tidak memiliki saluran tenggorokan dan tidak terbentuk paru-paru. “Makanya mereka harus segera dipisahkan,” ujar dia. Menurut dia, mengoperasi kembar siap itu rumit. Sebab, setiap ada kasus kembar siam, kasusnya pasti berbeda-beda. Tidak ada yang sama.

(Laporan Suhaimi Humas-dikutif dari Berita Swarna News 30/8/19)