Faktor- faktor
yang Mempengaruhi
Kegagalan
Pemberian Asi Eksklusif
Oleh
Hj. Rodiah, S.Kep.Ns, M.Kes
Pemberian ASI esklusif selama enam bulan pada
kenyataannya tidak sesederhana yang dibayangkan. Berbagai kendala dapat timbul
dalam upaya memberikan ASI esklusif selama enam bulan pertama kehidupan
bayi. Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi kegagalan pemberian ASI eksklusif, bisa dipengaruhi
oleh faktor internal dan faktor eksternal.
1. Faktor Internal yaitu faktor-faktor yang
terdapat di dalam diri individu itu sendiri, meliputi ;
1.
Faktor Pendidikan
Makin tinggi pendidikan seseorang, maka makin
mudah untuk menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang
dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat sikap terhadap
nilai-nilai yang baru diperkenalkan, termasuk mengenai ASI Ekslusif.
2.
Faktor Pengetahuan
Pengetahuan yang rendah tentang manfaat dan
tujuan pemberian ASI Eksklusif bisa menjadi penyebab gagalnya pemberian ASI
Eksklusif pada bayi. Kemungkinan pada saat pemeriksaan kehamilan (Ante
Natal Care), mereka tidak memperoleh penyuluhan intensif tentang ASI
Eksklusif, kandungan dan manfaat ASI, teknik menyusui, dan kerugian jika tidak
memberikan ASI Eksklusif.
3.
Faktor Sikap/Perilaku
Menurut Rusli, 2000, dengan menciptakan sikap
yang positif mengenai ASI dan menyusui dapat meningkatkan keberhasilan
pemberian ASI secara esklusif.
4.
Faktor psikologis
1) Takut kehilangan daya tarik
sebagai seorang wanita (estetika).
Adanya anggapan para ibu bahwa menyusui akan merusak penampilan,
dan khawatir dengan menyusui akan tampak menjadi tua.
2) Tekanan batin.
Ada sebagian kecil ibu mengalami tekanan batin di saat menyusui
bayi sehingga dapat mendesak si ibu untuk mengurangi frekuensi dan lama
menyusui bayinya, bahkan mengurangi menyusui.
5.
Faktor Fisik ibu
Alasan Ibu yang sering muncul untuk tidak menyusui adalah karena
ibu sakit, baik sebentar maupun lama. Sebenarnya jarang sekali ada penyakit
yang mengharuskan Ibu untuk berhenti menyusui. Lebih jauh berbahaya untuk mulai
memberi bayi berupa makanan buatan daripada membiarkan bayi menyusu dari ibunya
yang sakit.
6.
Faktor Emosional
Faktor emosi mampu mempengaruhi produksi air susu ibu. Menurut
Kartono (2007) bahwa aktifitas sekresi kelenjar-kelenjar susu itu senantiasa
berubah-ubah oleh pengaruh psikis/kejiwaan yang dialami oleh ibu. Perasaan ibu
dapat menghambat /meningkatkan pengeluaran oksitosin. Perasaan takut, gelisah,
marah, sedih, cemas, kesal, malu atau nyeri hebat akan mempengaruhi refleks
oksitosin, yang akhirnya menekan pengeluaran ASI. Sebaliknya, perasaan ibu yang
berbahagia, senang, perasaan menyayangi bayi; memeluk, mencium, dan mendengar
bayinya yang menangis, perasaan bangga menyusui bayinya akan meningkatkan
pengeluaran ASI.
2. Faktor Ekternal, yaitu
faktor-faktor yang dipengaruhi oleh lingkungan, maupun dari luar individu itu
sendiri, meliputi ;
1.
Faktor Peranan Ayah
Menurut Roesli, 2000, dari semua dukungan
bagi ibu menyusui dukungan sang ayah adalah dukungan yang paling berati bagi
ibu. Ayah dapat berperan aktif dalam keberhasilan pemberian ASI khususnya ASI
eksklusif dengan cara memberikan dukungan secara emosional dan bantuan-bantuan
yang praktis. Untuk membesarkan seorang bayi, masih banyak yang
dibutuhkan selain menyusui seperti menyendawakan bayi, menggendong dan
menenangkan bayi yang gelisah, mengganti popok, memandikan bayi, membawa bayi
jalan-jalan di taman, memberikan ASI perah, dan memijat bayi. Kecuali menyusui
semua tugas tadi dapat dikerjakan oleh ayah.
Dukungan ayah sangat penting dalam suksesnya
menyusui, terutama untuk ASI eksklusif. Dukungan emosional suami sangat
berarti dalam menghadapi tekanan luar yang meragukan perlunya ASI. Ayahlah yang
menjadi benteng pertama saat ibu mendapat godaan yang datang dari keluarga
terdekat, orangtua atau mertua. Ayah juga harus berperan dalam pemeriksaan kehamilan,
menyediakan makanan bergizi untuk ibu dan membantu meringankan pekerjaan istri.
Kondisi ibu yang sehat dan suasana yang menyenangkan akan meningkatkan
kestabilan fisik ibu sehingga produksi ASI lebih baik. Lebih lanjut ayah juga
ingin berdekatan dengan bayinya dan berpartisipasi dalam perawatan bayinya,
walau waktu yang dimilikinya terbatas.(Roesli, 2000).
Ayah yang berperan mendukung ibu agar menyusui sering disebutbreastfeeding
father. Pada dasarnya seribu ibu menyusui mungkin tidak lebih dari sepuluh
orang diantaranya tidak dapat menyusui bayinya karena alasan fisiologis.
Jadi, sebagian besar ibu dapat menyusui dengan baik. Hanya saja ketaatan mereka
untuk menyusui ekslusif 4-6 bulan dan dilanjutkan hingga dua tahun yang mungkin
tidak dapat dipenuhi secara menyeluruh. Itulah sebabnya dorongan ayah dan
kerabat lain diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan diri ibu akan kemampuan
menyusui secara sempurna (Khomsan, 2006).
2.
Perubahan sosial budaya
1) Ibu-ibu bekerja atau kesibukan
sosial lainnya.
Kenaikan tingkat partisipasi wanita dalam angkatan kerja dan
adanya emansipasi dalam segala bidang kerja dan di kebutuhan masyarakat
menyebabkan turunnya kesediaan menyusui dan lamanya menyusui.
Menurut Satoto (1990), pekerjaan terkadang
mempengaruhi keterlambatan ibu untuk memberikan ASI secara eksklusif. Secara
teknis hal itu dikarenakan kesibukan ibu sehingga tidak cukup untuk
memperhatikan kebutuhan ASI. Pada hakekatnya pekerjaan tidak boleh menjadi
alasan ibu untuk berhenti memberikan ASI secara eksklusif. Untuk menyiasati
pekerjaan maka selama ibu tidak dirumah, bayi mendapatkan ASI perah yang telah
diperoleh satu hari sebelumnya.
Secara ideal tempat kerja yang mempekerjakan
perempuan hendaknya memiliki “tempat penitipan bayi/anak”. Dengan demikian ibu
dapat membawa bayinya ke tempat kerja dan menyusui setiap beberapa jam. Namun
bila kondisi tidak memungkinkan maka ASI perah/pompa adalah pilihan yang paling
tepat. Tempat kerja yang memungkinkan karyawatinya berhasil menyusui bayinya
secara eksklusif dinamakan Tempat Kerja Sayang Ibu (Roesli, 2000).
2) Meniru teman, tetangga atau
orang terkemuka yang memberikan susu botol.
Persepsi masyarakat akan gaya hidup mewah, membawa dampak terhadap
kesediaan ibu untuk menyusui. Bahkan adanya pandangan bagi kalangan tertentu,
bahwa susu botol sangat cocok buat bayi dan merupakan makanan yang terbaik. Hal
ini dipengaruhi oleh gaya hidup yang selalu berkeinginan untuk meniru orang
lain, atau prestise.
3) Merasa ketinggalan zaman jika
menyusui bayinya.
Budaya modern dan perilaku masyarakat yang meniru negara barat,
mendesak para ibu untuk segera menyapih anaknya dan memilih air susu buatan
sebagai jalan keluarnya.
3.
Faktor kurangnya petugas kesehatan
Kurangnya petugas kesehatan didalam memberikan informasi kesehatan,
menyebabkan masyarakat kurang mendapatkan informasi atau dorongan tentang
manfaat pemberian ASI. Penyuluhan kepada masyarakat mengenai manfaat dan cara
pemanfaatannya.
4.
Meningkatnya promosi susu kaleng sebagai pengganti ASI.
Peningkatan sarana komunikasi dan transportasi yang memudahkan
periklanan distribusi susu buatan menimbulkan pergeseran perilaku dari
pemberian ASI ke pemberian Susu formula baik di desa maupun perkotaan.
Distibusi, iklan dan promosi susu buatan berlangsung terus, dan bahkan meningkat
tidak hanya di televisi, radio dan surat kabar melainkan juga ditempat-tempat
praktek swasta dan klinik-klinik kesehatan masyarakat di Indonesia.
Iklan menyesatkan yang mempromosikan bahwa susu suatu pabrik sama
baiknya dengan ASI, sering dapat menggoyahkan keyakinan ibu, sehingga tertarik
untuk coba menggunakan susu instan itu sebagai makanan bayi. Semakin cepat
memberi tambahan susu pada bayi, menyebabkan daya hisap berkurang, karena bayi
mudah merasa kenyang, maka bayi akan malas menghisap putting susu, dan
akibatnya produksi prolactin dan oksitosin akan berkurang.
5.
Pemberian informasi yang salah
Pemberian informasi yang salah, justru datangnya dari petugas
kesehatan sendiri yang menganjurkan penggantian ASI dengan susu kaleng.
Penyediaan susu bubuk di Puskesmas disertai pandangan untuk meningkatkan gizi
bayi, seringkali menyebabkan salah arah dan meningkatkan pemberian susu botol.
Promosi ASI yang efektif haruslah dimulai pada profesi kedokteran, meliputi
pendidikan di sekolah-sekolah kedokteran yang menekankan pentingnya ASI dan
nilai ASI pada umur 2 tahun atau lebih.
6.
Faktor pengelolaan laktasi di ruang bersalin (praktik IMD)
Untuk menunjang keberhasilan laktasi, bayi hendaknya disusui
segera atau sedini mungkin setelah lahir. Namun tidak semua persalinan berjalan
normal dan tidak semua dapat dilaksanakan menyusui dini. IMD disebut early
initation atau permulaan menyusu dini, yaitu bayi mulai menyusui
sendiri segera setelah lahir. Keberhasilan praktik IMD, dapat membantu agar
proses pemberian ASI eksklusif berhasil, sebaliknya jika IMD gagal dilakukan,
akan menjadi penyebab pula terhadap gagalnya pemberian ASI Eksklusif.
7.
Faktor-faktor lain
Ada beberapa bagian keadaan yang tidak memungkinkan ibu untuk
menyusui bayinya walaupun produksinya cukup, seperti :
1) Berhubungan dengan kesehatan
seperti adanya penyakit yang diderita sehingga dilarang oleh dokter untuk
menyusui, yang dianggap baik untuk kepentingan ibu (seperti : gagal jantung, Hb
rendah).
2) Masih seringnya dijumpai di
rumah sakit (rumah sakit bersalin) pada hari pertama kelahiran oleh perawat
atau tenaga kesehatan lainnya, walaupun sebagian besar daripada ibu-ibu yang
melahirkan di kamar mereka sendiri, hampir setengah dari bayi mereka diberi
susu buatan atau larutan glukosa.
Salam
Noya-IP3Humas/PKRS