Minggu, 17 Desember 2017

Praktik Perawat Mandiri ???



Description: C:\Users\DENY GUNAWAN\Pictures\Universitas indonesia hitam.jpgPolicy Brief
Praktik Perawat Mandiri ???

Ditujukan Kepada Pengambil Kebijakan di :
1.      Kementerian Kesehatan
2.      Pemerintah Provinsi
(Dinas Kesehatan Provinsi)
3.      Pemerintah Kabupaten/Kota
(Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota)
4.      Organisasi Profesi Perawat (PPNI)
5.      Institusi Pendidikan Kesehatan
6.      Perawat Praktik Mandiri
7.      Konsil Tenaga Kesehatan

Text Box: Executive summary

Dengan disahkannya  Undang – undang keperawatan No 38 tahun 2014 tentang keperawatan, perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan yang memberikan layanan berupa asuhan keperawatan kepada individu, keluarga, ataupun masyarakat baik sehat maupun sakit. UU ini juga melindungi hak pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan tetap aman dan terselamatkan. Bertolak dari berita “Dugaan Malpraktik Perawat DS Atas Terputusnya Kepala Bayi Saat Menolong Persalinan” Dalam lingkungan pelayanan kesehatan, perawat yang tidak menghiraukan standar operasional praktik dalam pemberian asuhan dianggap telah melakukan kelalaian professional. Perawat yang melakukan kelalaian dianggap telah melakukan malpraktik dalam pelayanan kesehatan dan bisa dituntut secara hukum. Untuk terhindar dari malpraktik maka perawat memberikan layanan sesuai dengan keilmuannya dan pelaksanaan praktik keperawatan sesuai kebijakan yang telah ditetapkan, sehingga dapat direkomendasikan untuk penguatan SDM keperawatan, sosialisasi, sistematis akses pengurusan izin berbasis online terintegrasi, pencitraan praktik perawat, evaluasi dan revisi Permenkes No 17 Tahun 2013, dan tingkatkan pembinaan dan pengawasan.

Bertolak dari Berita yang berjudul :


Rounded Rectangle: Dugaan Malpraktik Perawat DS Atas Terputusnya Kepala Bayi saat Menolong Persalinan
 






yang akhirnya perawat DS dibebaskan dari hukuman (Sumber: http//m.tribunnews.com/regional/news/2016/01/12/kasus-kepala-bayi-putus-perawat-ds-jadi-tersangka.

Permasalahan/Isu
Pada berita tersebut, perawat DS dituntut pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dengan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) karena diduga melakukan malpraktik saat menolong persalinan. di balai pengobatan yang dimilikinya. Setelah melewati proses peradilan, perawat DS dibebaskan dari tuntutan hukum. Perawat DS tidak memasang papan nama, tidak ada  STR, dan masih mendirikan balai pengobatan.


Description: C:\Users\DENY GUNAWAN\Pictures\Universitas indonesia hitam.jpgContext and importence of the problem
Negara Indonesia adalah Negara hukum. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28H dan Pasal 34 ayat (3) UUD 1945, kesehatan merupakan hak konstitusional warga negara dan tanggung jawab bagi negara untuk menyediakan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh tenaga kesehatan, dalam hal ini tenaga perawat. Profesi keperawatan di Indonesia termasuk tenaga kesehatan terbesar di Indonesia dari seluruh jumlah tenaga kesehatan yang ada. Oleh sebab itu, praktik keperawatan profesional harus memiliki otoritas atau kewenangan, ada kejelasan batasan dan siapa melakukan apa. Oleh sebab itulah PMK Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas PMK Nomor HK.02.02/MENKES/148/I/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat diterbitkan.



PMK No.17 Tahun 2013
Peraturan ini tentang perubahan atas peraturan menteri kesehatan nomor HK.02.02/MENKES/148/I/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik perawat. Peraturan ini berisi beberapa perubahan seperti perawat yang menjalankan praktik mandiri dengan berpendidikan minimal Diploma III (D III) Keperawatan, perawat hanya dapat menjalankan praktik keperawatan paling banyak di 1 (satu) tempat praktik mandiri dan di 1 (satu) tempat fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri. Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak ada dokter di tempat kejadian, perawat dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan. Bagi perawat yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter dalam rangka melaksanakan tugas pemerintah, dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan dengan harus mempertimbangkan kompetensi, tingkat kedaruratan dan kemungkinan untuk dirujuk.

Setiap Perawat yang menjalankan praktik keperawatan di praktik mandiri wajib memiliki SIPP yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota dan berlaku untuk 1 (satu) tempat SIPP berlaku selama STR masih berlaku dan dapat diperbaharui kembali jika habis masa berlakunya. SIPP dinyatakan tidak berlaku karena tempat kerja/praktik tidak sesuai lagi dengan SIPP, masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang; dicabut atas perintah pengadilan; dicabut atas rekomendasi organisasi profesi; atau dicabut oleh pejabat yang berwenang memberikan izin. Pemerintah dan Pemerintah derah dapat memberikan tindakan administratif kepada perawat yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam peraturan ini.

Untuk memperoleh SIPP Perawat harus mengajukan permohonan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dengan melampirkan:
a)      fotocopy STR yang masih berlaku dan dilegalisasi;
b)      surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat
Izin Praktik
c)      surat pernyataan memiliki tempat di praktik mandiri atau di
fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri;
d)      pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga)
Description: C:\Users\DENY GUNAWAN\Pictures\Universitas indonesia hitam.jpglembar;
e)      rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau
pejabat yang ditunjuk; dan
f)       rekomendasi dari organisasi profesi




Perawat yang melakukan kelalaian dalam melakukan tindakan pelayanan kesehatan akan diberikan sanksi sesuai yang dituliskan pada undang-undang. Kelalaian yang dimaksud disini adalah tidak menghiraukan dan lengah terhadap kewajiban serta bersikap acuh. Dalam lingkungan pelayanan kesehatan, perawat yang tidak menghiraukan standar operasional praktik dalam pemberian asuhan dianggap telah melakukan kelalaian profesional. Perawat yang melakukan kelalaian dianggap telah melakukan malpraktik dalam pelayanan kesehatan dan bisa dituntut secara hukum. Kelalaian dapat disebut sebagai bentuk pelanggaran etik ataupun bentuk pelanggaran hukum, tergantung bagaimana masalah kelalaian itu dapat timbul, maka yang penting adalah bagaimana menyelesaikan masalah kelalaian ini dengan memperhatikan dari berbagai sudut pandang, baik etik, hukum, manusianya baik yang memberikan layanan maupun penerima layanan.

Critics of policy options

Dasar Hukum Terkait  Penyelenggaraan Praktik Perawat
Perawat menurut UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan, adalah salah satu tenaga kesehatan yang memberikan layanan berupa asuhan keperawatan kepada individu, keluarga, ataupun masyarakat baik sehat maupun sakit. Perawat dalam melaksanakan peran-perannya selalu dihadapkan dengan dilema etik ataupun oleh permasalahan hukum itu sendiri.

Untuk terhindar dari malpraktik,  maka perawat memberikan layanan sesuai dengan keilmuannya dan pelaksanaan praktik keperawatan. Pernyataan ini tidak tercantum dalam PMK tersebut

UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan
Pasal 27: (Tidak tercantum dalam PMK tersebut)
(1)   Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan pelindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
(2)   Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
(3)   Ketentuan mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan pemerintah

Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang berwenang menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki, wajib memiliki izin dari pemerintah, serta harus memenuhi ketentuan kode etik (tidak tercantum dalam PMK tersebut), standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional, fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan
Aspek perlindungan hukum terhadap profesi ini yang mampu mencegah perawat melakukan kesalahan dan memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan standar praktik keperawatan serta memampukan perawat untuk terus mengembangkan kemampuan diri sehingga kasus kelalaian ataupun malpraktek dapat dihindari.
Seorang perawat harus memasang papan nama. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, konsil keperawatan, dan organisasi profesi membina dan mengawasi fungsi dan tugas masing-masing

UU No.36 Tahun 2014
Description: C:\Users\DENY GUNAWAN\Pictures\Universitas indonesia hitam.jpgPenyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bertanggung jawab, yang memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian, dan kewenangan yang secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, perizinan, serta pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar penyelenggaraan upaya kesehatan memenuhi rasa keadilan dan perikemanusiaan serta sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.

Perpres No.90 Tahun 2017
Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI); keanggotaan KTKI baik itu konsil keperawatan, farmasi maupun gabungan tenaga kesehatan (khusus untuk konsil keperawatan keanggotaan diatur pada pasal 15); tata kerja dan pendanaan KTKI, yang bidang tugasnya; melakukan pembinaan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik tenaga kesehatan; menyusun standar nasional pendidikan tenaga kesehatan; menyusun standar praktik dan standar kompetensi tenaga kesehatan; dan menegakkan disiplin praktik tenaga kesehatan, mempunyai wewenang menyetujui atau menolak permohonan registrasi tenaga kesehatan, menerbitkan atau mencabut surat tanda registrasi. Selain itu, dijelaskan juga bahwa setiap orang atau badan hukum yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik keprofesiannya dapat melakukan pengaduan. Pelanggaran disiplin profesi tenaga kesehatan dapat berupa pelanggaran terhadap penerapan keilmuan dalam penyelenggaraan keprofesian meliputi penerapan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku. Dalam rangka melaksanakan tugas menegakkan disiplin, konsil masing-masing tenaga kesehatan menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus dugaan pelanggaran disiplin profesi tenaga kesehatan. (Tidak tercantum dalam PMK tersebut). Hal ini jelas sekali bahwa dalam pelaksaannya tidak ada penjelasan siapa yang melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perawat yang menyelenggarakan praktik mandiri.

Kelalaian (Negligence)
Kelalaian (negligence) adalah sikap individu dalam melakukan sesuatu yang sebenarnya dapat dia lakukan atau melakukan sesuatu yang dihindari orang lain (Creighton, 1986). Menurut Hanafiah dan Amir (1999) yang kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa kepada seseorang dengan sikap hati-hati melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa kepada seseorang dengan sikap hati-hati tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut. Kelalaian lebih bersifat ketidaksengajaan, kurang teliti, kurang hati-hati, acuh tak acuh, tidak peduli terhadap kepentingan orang lain, namun akibat yang ditimbulkan memang bukanlah menjadi tujuannya. Kelalaian bukanlah pelanggaran hukum atau kejahatan apabila kelalaian itu tidak sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu dapat menerimanya. Tetapi jika kelalaian itu mengakibatkan kerugian materi, mencelakakan bahkan merenggut nyawa orang lain, maka ini diklasifikasikan sebagai kelalaian berat (culpa lata), serius, dan kriminal.
Description: C:\Users\DENY GUNAWAN\Pictures\Universitas indonesia hitam.jpgSuatu perbuatan atau sikap tenaga kesehatan dianggap lalai, bila memenuhi empat unsur, yaitu kewajiban (duty) dimana tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan atau tidak melakukan tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi tertentu, penyimpangan kewajiban (dereliction of the duty), kerugian (damage) yang merupakan segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan, serta hubungan sebab akibat yang nyata (direct cause relationship) dimana dalam hal ini harus terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang setidaknya menurunkan “Proximate cause”.

Malpraktik
Menurut Black’s Law Dictionary, “Malpractice is an instance of negligence on incompetence on the part of a profesional”. Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan bahwa malpraktik merupakan batasan yang spesifik dari kelalaian (neglience) yang ditujukan pada seseorang yang telah terlatih atau berpendidikan yang menunjukkan kinerjanya sesuai bidang tugas atau pekerjaannya. Jadi, malpraktik lebih spesifik dan terkait dengan status profesional seseorang, misalnya perawat, dokter, atau penasihat hukum.

Menurut Vestal (l995), malpraktek terdiri dari empat unsur yang harus ditetapkan untuk membuktikan bahwa malpraktek telah terjadi yaitu:
a.       Kewajiban (duty) – Pada saat terjadinya cedera yang terkait dengan kewajibannya, yaitu kewajiban mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan beban penderitaan pasiennya berdasarkan standar profesi. 
b.      Tidak melaksanakan kewajiban (breach of the duty) – Pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya, artinya menyimpang dari apa yang seharusnya dilalaikan menurut standar profesinya.
c.       Cedera (injury) – Seseorang mengalami cedera (injury) atau kerusakan (damage) dapat menuntut secara hukum jika cedera tersebut sebagai akibat pelanggaran.
d.      Sebab-akibat (proximate caused) – Pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau terkait dengan cedera yang dialami pasien.

Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi ada 3 (tiga) area yang memungkinkan perawat berisiko melakukan kesalahan, yaitu (1) kesalahan pengkajian keperawatan (assessment errors), (2) kesalahan perencanaan keperawatan (planning errors), (3) Kesalahan tindakan intervensi keperawatan (intervention errors).

Kesimpulan
Proses keperawatan harus berlandaskan pada hukum, peraturan perundang-undangan, dan etika keperawatan dalam menjalankan asuhan keperawatan sehingga kelalaian dan malpraktik tidak terjadi dan dapat meminimalkan kemungkinan terjadinya tuntutan hukum terhadap praktik keperawatan itu sendiri.
Description: C:\Users\DENY GUNAWAN\Pictures\Universitas indonesia hitam.jpgProfesi keperawatan lebih mengutamakan prinsip kepedulian (caring) kepada pasien yang merupakan inti dari pelayanan asuhan keperawatan itu sendiri namun tetap memperhatikan keselamatan pasien, penghormatan terhadap hak-hak pasien sehingga terjadi peningkatan kualitas asuhan keperawatan dengan tetap mempertimbangkan prinsip-prinsip etik supaya tidak merugikan salah satu pihak

Policy recommendations
Untuk memastikan penyelenggaraan praktik mandiri perawat berjalan sesuai ketentuan, maka penulis merekomendasikan :

Tabe 1. Rekomendasi
No
Rekomendasi
Kekuatan
Kelemahan
1
Penguatan pada SDM keperawatan itu sendiri baik dari pendidikan formal dan non formal atau pendidikan berkelanjutan, pelatihan, dan/atau kegiatan ilmiah, serta pengembangan praktik keperawatan itu sendiri

Akan meningkatkan kompetensi perawat itu sendiri sehingga errors dihindari dan tingkat kepercayaan masyarakat meningkat
Tidak tercantum dalam PMK No 17 Tahun 2013
2
Penguatan sosialisasi untuk penyebaran informasi terkait praktik keperawatan

Menghindari kelalaian dan malpraktik
Membutuhkan sumber daya yang banyak seperti biaya, waktu, SDM, dan target
3
Pengembangan sistematis akses pengurusan izin praktik perawat melalui perizinan berbasis online terintegrasi

Mempersingkat waktu sehingga lebih efektif dan efisien
Membutuhkan perangkat elektronik dan kemampuan menggunakannya,  jaringan internet, perawat yang berada di daerah terpencil
4
Penguatan pencitraan praktik perawat melalui media komunikasi

Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kompetensi dan kewenangan perawat
Butuh keterlibatan banyak elemen terkait seperti kementerian kesehatan,  perhubungan, kementerian pendidikan dan kebudayaan, kementerian riset, teknologi, dan pendidikan tinggi, kementerian komunikasi dan informatika, kementerian bidang pembangunan manusia dan kebudayaan,
5
Permenkes No 17 Tahun 2013 yang mengatur tentang penyelenggaraan praktik perawat perlu dievaluasi dan direvisi, mengingat sudah disahkan UU No 38 tahun 2014 tentang keperawatan

·   Telah disahkannya UU No 38 tahun 2014 tentang keperawatan
·   Pada pasal 65 : peraturan pelaksanaan dari UU ini harus ditetapkan palling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak UU ini diundangkan

Secara otomatis PMK ini tidak sesuai dengan UU No 38 tahun 2014
6
Untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan, melindungi masyarakat atas tindakan perawat yang tidak sesuai standar, dan memberikan kepastian hukum bagi perawat dan masyarakat, pembinaan dan pengawasan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, konsil keperawatan, dan organisasi profesi perlu ditingkatkan seperti secara berkala melakukan kunjungan langsung ke tempat praktik perawat dan  laporan berkala secara berjenjang,  untuk mengevaluasi penyelenggaraan praktik perawat, sehingga tidak ada Praktik perawat “liar”.
Akan didapatkan data yang real terkait penyelenggaraan praktik perawat sehingga pembinaan dan pengawasan bisa tepat sasaran/target.
Tidak terdapat dalam PMK No 17 Tahun 2013

Berdasarkan rekomendasi-rekomendasi diatas, penulis memprioriaskan untuk merekomendasikan merevisi PMK No 17 Tahun 2013, mengingat UU No 38 Tahun 2014 menyatakan bahwa PMK harus segera diterbitkan paling lama 2 (dua) tahun sejak UU tersebut diterbitkan, yang berarti paling lambat tahun 2016 harus sudah diterbitkan PMK terkait penyelenggaraan praktik perawat.

Appendices
Amir & Hanafiah, (1999). Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, edisi ketiga. Jakarta: EGC.
Budhiartie, A. (2009). Pertanggungjawaban perawat dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Humaniora, 11(2), 45-51.
Creighton, H. 1986. Law Every Nurse Should Know. Philadelphia: W.B. Saunders
Ellis & Hartley. (1998). Nursing In Today’s World : 6th ed. Philadephia: Lippincott
Peraturan Menteri Kesehatan No 17 Tahun 2013. Izin Penyelenggaraan Praktik Perawat. Jakarta
Peraturan Presiden No. 90 Tahun 2017. Konsil Tenaga Kesehatan. Jakarta
Perundang-undangan dan KUHP Perdata. Jakarta
Description: C:\Users\DENY GUNAWAN\Pictures\Universitas indonesia hitam.jpgSari, S.P. (2015). Tinjauan yuridis terhadap malpraktek yang dilakukan olehperawat pada rumah sakit swasta (analisis dari perspektif hukum perdata). JOM Fakultas Hukum,II(1), 7-12.
Tonia, Aiken. (1994). Legal, Ethical & Political Issues in Nursing. 2ndEd. Philadelphia: FA Davis.
Undang-undang Dasar 1945. Jakarta
Undang-undang No 32 tahun 1996. Tenaga Kesehatan. Jakarta
Undang-undang No 39 tahun 1999. Hak Asasi Manusia. Jakarta
Undang-undang No 36 tahun 2009. Kesehatan. Jakarta
Undang-undang No 44 tahun 2009. Rumah Sakit. Jakarta
Undang-undang No 36 tahun 2014. Tenaga Kesehatan. Jakarta
Undang-undang No 38 tahun 2014. Keperawatan. Jakarta

Source consulted / Bibliografi
Description: C:\Users\DENY GUNAWAN\Pictures\Deny DPR.jpgDeny Gunawan, S.Kep, Ns adalah alumnus Universitas Sriwijaya, saat ini berstatus sebagai mahasiswa pascasarjana program magister kepemimpinan dan manajemen keperawatan Universitas Indonesia. Bekerja di RSUP dr Mohammad Hoesin Palembang. Penulis juga aktif dalam beberapa penelitian mengenai penelitian keperawatan. Info lebih lanjut : denygunawan09@gmail.com / via Whatsapp : 081273630038

Kamis, 14 Desember 2017

TEACHING HOSPITAL VISIT DEP.ANAK RSMH PALEMBANG




TEACHING HOSPITAL VISIT DEP.ANAK RSMH PALEMBANG

Departemen Kesehatan Anak RSMH Palembang bekerjasama dengan NIF(Nutricia Indonesia Foundation)  mengadakan teaching hospital visit pada hari Kamis, 14 Desember 2017 bertempat di ruang Konfrensi  Departemen Anak RSMH Palembang. Para visitors  teaching hospital visit berasal dari Belanda yang terdiri dari : Prof.Hugo Heymans, Dr.A.S.P Van Trotsenburg, Prof.Dr. Jose RL  Batubara,Phd,  Prof.Dr.J.B.Van Gouoever, Dr.Joost Rottevel, dan ketua NIF Indonesia Prof.Hardiono.
Kunjungan Teaching  Hospital Visit bertujuan untuk transfer of knowledge dan  sharing education tentang  tatalaksana perawatan pasien anak-anak yang berhubungan dengan kasus-kasus endokrin, sepsis, neonatus , dan nutrisi serta kasus-kasus lain.   
Sebelum plenary case di ruang konfrensi anak, para visitors mengunjungi ruangan perawatan anak-anak diantaranya ruang NICU, PICU, NEONATUS dan ruang perawatan anak. Menurut ketua NIF Prof.Dr.Sukman Tulus Putra,Sp.A (K),  program ini dilaksanakan terstruktur dan telah terstandar diutamakan  untuk staf pengajar yang sudah senior  karena banyak pengalamannya.
Acara plenary case dibuka dengan sambutan oleh Kepala Departemen Anak Dr.Yusmala Helmy,Sp.A dan sambutan dari Ketua NIF Prof.Dr.Sukman Tulus Putra,Sp.A (K), hingga presentasi kasus dengan moderator Prof.Dr.Rusdi  Ismail,Sp.A (K). Ada 5 presentasi kasus yang disampaikan yaitu :
1.    Case presentation Juvenile Osteoporosis by. Dr.NRF Shelly Zuliskha
2.    Case Presentation Newborn  with Gastroschisis by.Dr.Susi Handayani
3.    Case presentation Seizure Caused by Meningitis with Hipoxic Ischemic  Ensephalopaty As Differential  Diagnosis by Dr.Gita Efriani
4.    Case presentation intrahepatic Chlolestasis Suspected Caused by TORCH Infection by Dr.Yola Franola
5.    Case presentation Preterm Newborn  with Esophageal  Atresia, Pneumonia , Bilateral CTEV and Feeding Problem by Dr.Yesi  Septriani
Setelah presentasi kasus, dilanjutkan dengan diskusi dan tanyajawab. Semoga dengan adanya transfer of knowledge  teaching hospital visit dapat mengembangkan kemampuan ilmiah para dokter anak Indonesia.