Kanker
payudara adalah keganasan yang berasal dari sel kelenjar, saluran kelenjar, dan
jaringan penunjang payudara. Kondisi sel kelenjar payudara mengalami mutasi
dimana sel kehilangan pengendalian dan mekanisme normal pertumbuhan sehingga
mengalami pertumbuhan yang abnormal, cepat, dan tidak terkendali, baik
pertumbuhannya berlangsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau
bermetastasis ke berbagai organ, seperti paru-paru, tulang, dan hati. Sel
kanker kehilangan kemampuan apoptosis yang menyebabkan sel terus tumbuh dan
bersifat invasif sehingga sel normal tubuh dapat terdesak dan rusak (Hassiotou
dan Geddes, 2012).
Hampir semua
jenis kanker memiliki penyebab spesifik, tetapi pada kasus kanker payudara
belum ada penyebab yang pasti. Terdapat beberapa faktor yang dapat menjadi
penyebab kanker payudara. Faktor genetik, lingkungan, dan hormonal kemungkinan
turut berperan dalam kanker payudara. Wanita yang rentan terhadap faktor-faktor
tersebut bisa jadi memiliki risiko yang tinggi (Torre dkk, 2015).
Faktor
Risiko Kanker Payudara
Faktor-faktor
risiko yang dapat memengaruhi kejadian kanker payudara antara lain:
1.Usia
Risiko
kanker payudara tergantung dari bertambahnya usia (Kurnia, 2014). Pada
usia 30-39 tahun, insiden kanker payudara mengalami peningkatan rata-rata
sebesar 0,04% per tahun dan pada usia diatas 80 tahun, terdapat peningkatan
drastis melebihi 10%.
2.Genetik
dan Familial
Mutasi yang
paling banyak terjadi pada kanker payudara adalah pada gen BRCA1 dan BRCA2.
Wanita yang memiliki mutasi gen BRCA1 dan BRCA2 mempunyai peluang untuk
berkembang menjadi kanker payudara dan kanker ovarium selama hidupnya (Tung
dkk, 2014).
Menurut
Suyatno dan Pasaribu (2010), wanita dengan riwayat keluarga tingkat pertama
(ibu dan saudara kandung) yang menderita kanker payudara mempunyai risiko 4-6
kali dibanding wanita yang tidak memiliki riwayat keluarga menderita kanker
payudara. Usia saat terkena juga memengaruhi faktor risiko, pasien dengan ibu
didiagnosis kanker payudara saat usia kurang dari 60 tahun meningkatkan risiko
2 kali. Pasien dengan keluarga tingkat pertama premenopause menderita kanker
payudara bilateral mempunyai risiko 9 kali. Pasien dengan keluarga tingkat
pertama postmenopause menderita kanker payudara bilateral mempunyai risiko
4-5,4 kali.
3.Reproduksi
dan Hormonal
Dilihat dari
aspek hormonal, kejadian kanker payudara tidak terlepas dari pengaruh paparan
hormon estrogen terhadap sel-sel payudara.
a. Paritas
Menurut
Kobayashi dkk. (2012), tingginya paritas berkaitan dengan penurunan risiko
terjadinya kanker payudara. Dengan terjadinya kehamilan beberapa kali, akan
memberikan payudara selang waktu terhadap paparan estrogen yang dapat
menurunkan risiko terjadinya kanker payudara. Risiko terjadinya kanker payudara
akan meningkat sebesar 22% pada wanita yang melahirkan anak pertama pada usia
setelah 35 tahun (Kobayashi dkk, 2012).
Wanita yang
melahirkan anak pertama sebelum usia 20 tahun memiliki risiko kejadi kanker
payudara yang menurun sebesar 50%.
b. Tidak menyusui
Menurut
Kobayashi dkk. (2012), adanya efek yang bersifat protektif dari menyusui
terhadap kanker payudara. Semakin lama waktu menyusui maka semakin besar pula
efek proteksi. Menurut Dall dkk. (2016), penurunan risiko terjadinya kanker
payudara akibat menyusui sebesar 4,3-4,5% untuk setiap 12 bulan menyusui.
c. Menarche dini dan menopause terlambat
Menarche
yang dimulai kurang dari 12 tahun mempunyai risiko 1,7-3,4 kali lebih tinggi
daripada wanita dengan menarche pada usia lebih dari 12 tahun (Suyatno dan
Pasaribu, 2010).
Menurut
Suyatno dan Pasaribu (2010), wanita yang mengalami menopause terlambat yaitu di
atas usia 55 tahun memiliki risiko 1,5 kali lebih besar terkena kanker payudara
dibandingkan dengan wanita yang menopause sebelum usia 55 tahun.
d. Pemakaian hormon
Pemakaian
kontrasepsi oral dan hormone replacement therapy/menopausal hormone therapy
dalam waktu lebih dari 8 sampai 10 tahun dapat meningkatkan risiko terjadinya
kanker payudara (Suyatno dan Pasaribu, 2010). Kontrasepsi oral dan hormone
replacement therapy mengandung hormon estrogen dan progesteron yang dapat
mengatur regulasi seksual bulanan.
e. Gaya hidup
Menurut
Torre dkk. (2015), obesitas memengaruhi kejadian kanker payudara pada wanita
postmenopause. Risiko ini disebabkan karena pada postmenopause, produksi hormon
estrogen di ovarium terhenti dan digantikan di jaringan adiposa sehingga dengan
terjadinya obesitas akan meningkatkan produksi estrogen yang dapat menyebabkan
peningkatan risiko terjadinya kanker payudara (Wang dkk, 2015).
5.Radiasi
pengion pada saat pertumbuhan payudara
Penelitian
yang dilakukan oleh Mcgregor dkk. tahun 1977 yang meneliti wanita yang terpapar
bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada perang dunia II, menunjukkan bahwa
wanita usia 10 sampai 19 tahun memiliki risiko absolut tertinggi kanker
payudara sebesar 4 kali, dan wanita usia 35 sampai 49 tahun risiko sebesar 0,9
kali (Dall dkk, 2016).
6.Riwayat
kelainan payudara
Menurut
Suyatno dan Pasaribu (2010), wanita yang sebelumnya telah mengidap kanker pada
salah satu payudaranya berisiko 5 kali lebih tinggi menderita kanker payudara
pada sisi kontralateralnya.
Penegakan
Diagnosis
1.
Pemeriksaan Klinis
Anamnesis
Menurut
Manuaba (2010), keluhan utama penderita yang dapat ditanyakan pada penderita
dapat berupa apakah ditemukan benjolan padat, rasa nyeri, seberapa cepat
kecepatan tumor tumbuh, ditemukannya nipple discharge (Keluar cairan dari
Puting), retraksi papilla mammae, krusta atau eksim yang tidak sembuh pada
areola atau papilla mammae, terdapat kelainan kulit berupa skin dimpling
(lesung kulit), ulceration (koreng), venous ectasia, peau d’orange (gambaran
kulit jeruk), satelitte nodules, dan adanya benjolan di aksila atau leher/
supraklavikula.
Ditanyakan
yaitu keluhan di tempat lain yang berhubungan dengan metastasis yaitu nyeri
tulang yang terus menerus dan semakin berat, rasa sakit dan penuh di ulu hati,
batuk kronis dan sesak napas, sakit kepala hebat, muntah, dan gangguan
sensorium.
Ditanyakan
juga pengaruh siklus menstruasi terhadap keluhan tumor dan perubahan ukuran
tumor, kawin atau tidak, jumlah anak, menyusui atau tidak, riwayat penyakit
kanker dalam keluarga, obat-obatan yang pernah dipakai terutama yang bersifat
hormonal, apakah pernah operasi payudara dan obstetriginekologi (Suyatno dan
Pasaribu, 2010).
2
Pemeriksaan Fisik
- Status generalis dihubungkan dengan performance
status: Karnofsky score, WHO/ECOG score
- 2.Status
lokalis
- Pemeriksaan
payudara kanan dan kiri (ipsilateral dan kontralateral)
- Massa tumor
: Lokasi (kuadran), ukuran (diameter terpanjang), Konsistensi, permukaan tumor,
bentuk dan batas tumor, jumlah tumor (yang palpable), Fiksasi tumor pada kulit,
musculus pektoralis, dinding dada.
- Perubahan
kulit Kemerahan, edematous, dimpling, ulcus, satellite nodules gambaran kulit
jeruk peau d’orange.
- Papilla mamae
: Retraksi, Erosi, Krusta, Eksim, Discharge.
- KGB regional
(Axilla, infra & Supra clavicular) : palpable, ukuran, konsistensi,
konglomerasi, fiksasi satu dengan yang lain atau dengan jaringan sekitar.
Pemeriksaan organ yang menjadi tempat dan dicurigai terjadi metastasis,
tergantung lokasi organ (paru, hati, tulang, otak) (Manuaba, 2010).
3.
Pemeriksaan Radio Diagnostik
a. Diharuskan (recommended)
- USG sebagai
metode untuk membedakan massa kistik dengan solid dan sebagai pedoman untuk
melakukan biopsi. Mamografi memegang peranan mayor dalam deteksi dini kanker
payudara, sekitar 75% kanker terdeteksi paling tidak 1 tahun sebelum ada gejala
atau tanda. Akurasi mamografi untuk memprediksi suatu keganasan adalah 70-80%.
Namun kurang akurat pada pasien usia muda (kurang dari 30 tahun)
- Foto toraks
dan USG abdomen dilakukan untuk melihat metastasis ke paru, pleura,
mediastinum, dan organ visceral terutama hepar.
b. 2. Opsional (atas indikasi)
Bone
scanning, Bone survey bila CT-Scan, MRI (untuk mengevaluasi volume tumor)
c. Pemeriksaan Biopsi Jarum Halus (Fine Needle Aspiration
Biopsy (FNAB)
Merupakan
proses diagnosis awal, untuk mengevaluasi massa di payudara. Pemeriksaan ini
sangat berguna terutama untuk evaluasi lesi kistik. Dilakukan pada lesi tumor
yang secara klinis dan radiologis dicurigai ganas. Di Indonesia, akurasi FNAB
sudah semakin baik (>90%) sehingga dapat direkomendasikan penggunaan FNAB.
5.
Pemeriksaan Histopatologi (Gold Standard Diagnostic)
Stereotactic
biopsy dengan bantuan USG atau mammogram pada lesi nonpalpabel, Core Needle
Biopsy (micro specimen), Vacuum Assisted Biopsy (mammotome), Biopsi insisional
untuk tumor operable dengan diameter > 3 cm sebelum operasi definitif atau
inoperabel untuk diagnosis faktor prediktor dan prognostic, Biopsi eksisional
spesimen mastektomi disertai pemeriksaan KGB regional, Pemeriksaan
imunohistokimia (IHC) terhadap ER, PR, Her-2/Neu (recommended), Cathepsin-D,
VEGF, BCL-2, P53, dan sebagainya (Manuaba, 2010).
DAFTAR
PUSTAKA
Kementerian
Kesehatan RI. 2015. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia: “Situasi Penyakit Kanker”. Jakarta, hal. 4-5
Kurnia, A.
2014. Mengembalikan Keremajaan Payudara pada Tumor Jinak dan Ganas. Divisi Bedah
Onkologi/ HNBSCT FKUI/ RSCM, Jakarta, Indonesia, hal. 309-318
Manuaba, I.
B. 2010. Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid PERABOI 2010. Sagung Seto,
Jakarta, Indonesia, hal. 17-47
Suyatno dan
E. T. Pasaribu. 2010. Bedah Onkologi Diagnosis dan Terapi. Sagung Seto,
Jakarta, Indonesia, hal. 35-47