Senin, 10 Februari 2020

MENGENAL PLT.DIREKTUR UTAMA RSMH


Pelaksana Tugas (Plt) RSMH Palembang Pimpin Rapat Perdana



Pelaksana Tugas (Plt) RSMH Palembang Dr. dr.Didi Danukusumo, Sp.OG (K), pimpin rapat perdana bersama para pejabat dalam jajaran di Lingkungan RSMH Palembang, Senin (10/02/2020).  
 
Rapat Pimpinan Lengkap rutin dilakukan setiap bulan, membahas temuan-temuan maupun inovasi-inovasi dari unit-unit terkait di dampingi Direktur Medik dan Keperawatan Dr. Zubaidah, Sp.P.MARS dan Direktur Keuangan Ekwanto, SE,AK,MM


Dr. Didi saat ini Plt.Direktur Utama RSMH juga menjabat sebagai Direktur Utama RSAB Harapan Kita Jakarta, Lelaki kelahiran Jakarta 22 Desember 1961 mengawali karier kedokterannya setelah menyelesaikan kuliah di FK UI pada tahun 1986 , mengambil spesialis Kedokteran pada tahun 1994, Konsultan Maternal pada tahun 2007 dan Strata 3 pada tahun 2016 semuanya di Universitas yang sama yaitu Universitas Indonesia. Sebelum menduduki jabatan di RSAB Harapan Kita, beliau pernah juga menjabat sebagai Kepala Departemen Obstetri Ginekology di RS Fatmawati Jakarta pada tahun 2008 - 2013.

Dalam pertemuan perkenalan, dr.Didi berharap kehadiran dirinya dapat diterima dengan baik sehingga akan meningkatkan kinerja serta memberikan pelayanan terbaik bagi pasien maupun pegawai. Dirinya yakin bahwa tidak akan mampu bekerja sendiri namun butuh dukungan dan support dari Jajaran Direksi dan Karyawan RSMH, untuk itu diperlukan kerjasama yang solid antar stakeholder.

(Suhaimi- Humas RSMH)

 


 



Minggu, 09 Februari 2020

ENTRY MEETING BPK ATAS PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN

ENTRY MEETING BPK ATAS PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN DENGAN  SATKER  JAJARAN KEMENKES DAN DINAS KESEHATAN PROVINSI


Plt. Direktur Utama RSUP dr.Mohammad Hoesin Palembang, DR.dr.Didi Danukusumo, Sp.OG (K)  memulai agenda kerja di RSMH pada Senin, 10 Februari 2020 dengan menerima dan langsung memimpin rapat dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Ruang Aula Utama RSMH.
Dihadiri oleh Jajaran Direksi RSMH serta Satker Di bawah jajaran Kemenkes diantaranya Dinas Kesehatan Provinsi,  RS dr.Rivai Abdullah,  Politeknik Kesehatan , Balai Besar Laboratorium Kesehatan,  BTKL dan Pemberantasan Penyakit Menular,  Kantor Kesehatan Pelabuhan Palembang.
Dalam sambutannya Plt.Direktur Utama RSMH DR.dr.Didi Danukusomo,Sp.OG (K) mengharapkan  pemeriksaan keuangan dari BPK dapat berjalan tepat waktu karena dilakukan serentak di 7 satker jajaran Kemenkes, dalam melakukan pemeriksaan diharapkan dukungan dari semua pihak agar berjalan dengan lancar.
Sementara itu Ketua Sub Tim 4 BPK Ketut Agustina Marantika,SE,Msi mengatakan laporan keuangan agar kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), Kecukupan Pengungkapan sesuai dengan Pengungkapan SAP ,Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan Efektifitas Sistem Pengendalian Intern sehingga hasil yang didapat nanti akan sesuai dengan harapan.
Agenda Pemeriksaan Laporan Keuangan dari BPK akan berjalan selama 12 hari kedepan, untuk langkah pertama dari satker adalah Pemeriksaan Dokumen dan Cek Fisik Lapangan, Penyampaian Temuan dan Tanggapan Pemeriksaan, hingga akhirnya akan diadakan Exit Meeting.
 
( Liputan- Suhaimi Humas RSMH)

Rabu, 05 Februari 2020

Kanker Payudara


Kanker payudara adalah keganasan yang berasal dari sel kelenjar, saluran kelenjar, dan jaringan penunjang payudara. Kondisi sel kelenjar payudara mengalami mutasi dimana sel kehilangan pengendalian dan mekanisme normal pertumbuhan sehingga mengalami pertumbuhan yang abnormal, cepat, dan tidak terkendali, baik pertumbuhannya berlangsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau bermetastasis ke berbagai organ, seperti paru-paru, tulang, dan hati. Sel kanker kehilangan kemampuan apoptosis yang menyebabkan sel terus tumbuh dan bersifat invasif sehingga sel normal tubuh dapat terdesak dan rusak (Hassiotou dan Geddes, 2012).

Hampir semua jenis kanker memiliki penyebab spesifik, tetapi pada kasus kanker payudara belum ada penyebab yang pasti. Terdapat beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab kanker payudara. Faktor genetik, lingkungan, dan hormonal kemungkinan turut berperan dalam kanker payudara. Wanita yang rentan terhadap faktor-faktor tersebut bisa jadi memiliki risiko yang tinggi (Torre dkk, 2015). 

Faktor Risiko Kanker Payudara
Faktor-faktor risiko yang dapat memengaruhi kejadian kanker payudara antara lain:

1.Usia
Risiko kanker payudara tergantung dari bertambahnya usia (Kurnia, 2014).  Pada usia 30-39 tahun, insiden kanker payudara mengalami peningkatan rata-rata sebesar 0,04% per tahun dan pada usia diatas 80 tahun, terdapat peningkatan drastis melebihi 10%. 

2.Genetik dan Familial
Mutasi yang paling banyak terjadi pada kanker payudara adalah pada gen BRCA1 dan BRCA2. Wanita yang memiliki mutasi gen BRCA1 dan BRCA2 mempunyai peluang untuk berkembang menjadi kanker payudara dan kanker ovarium selama hidupnya (Tung dkk, 2014).

Menurut Suyatno dan Pasaribu (2010), wanita dengan riwayat keluarga tingkat pertama (ibu dan saudara kandung) yang menderita kanker payudara mempunyai risiko 4-6 kali dibanding wanita yang tidak memiliki riwayat keluarga menderita kanker payudara. Usia saat terkena juga memengaruhi faktor risiko, pasien dengan ibu didiagnosis kanker payudara saat usia kurang dari 60 tahun meningkatkan risiko 2 kali. Pasien dengan keluarga tingkat pertama premenopause menderita kanker payudara bilateral mempunyai risiko 9 kali. Pasien dengan keluarga tingkat pertama postmenopause menderita kanker payudara bilateral mempunyai risiko 4-5,4 kali.

3.Reproduksi dan Hormonal
Dilihat dari aspek hormonal, kejadian kanker payudara tidak terlepas dari pengaruh paparan hormon estrogen terhadap sel-sel payudara.

a.    Paritas 
Menurut Kobayashi dkk. (2012), tingginya paritas berkaitan dengan penurunan risiko terjadinya kanker payudara. Dengan terjadinya kehamilan beberapa kali, akan memberikan payudara selang waktu terhadap paparan estrogen yang dapat menurunkan risiko terjadinya kanker payudara. Risiko terjadinya kanker payudara akan meningkat sebesar 22% pada wanita yang melahirkan anak pertama pada usia setelah 35 tahun (Kobayashi dkk, 2012). 
Wanita yang melahirkan anak pertama sebelum usia 20 tahun memiliki risiko kejadi kanker payudara yang menurun sebesar 50%. 

b.    Tidak menyusui 
Menurut Kobayashi dkk. (2012), adanya efek yang bersifat protektif dari menyusui terhadap kanker payudara. Semakin lama waktu menyusui maka semakin besar pula efek proteksi. Menurut Dall dkk. (2016), penurunan risiko terjadinya kanker payudara akibat menyusui sebesar 4,3-4,5% untuk setiap 12 bulan menyusui. 

c.    Menarche dini dan menopause terlambat 
Menarche yang dimulai kurang dari 12 tahun mempunyai risiko 1,7-3,4 kali lebih tinggi daripada wanita dengan menarche pada usia lebih dari 12 tahun (Suyatno dan Pasaribu, 2010).  
Menurut Suyatno dan Pasaribu (2010), wanita yang mengalami menopause terlambat yaitu di atas usia 55 tahun memiliki risiko 1,5 kali lebih besar terkena kanker payudara dibandingkan dengan wanita yang menopause sebelum usia 55 tahun. 

d.    Pemakaian hormon 
Pemakaian kontrasepsi oral dan hormone replacement therapy/menopausal hormone therapy dalam waktu lebih dari 8 sampai 10 tahun dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara (Suyatno dan Pasaribu, 2010). Kontrasepsi oral dan hormone replacement therapy mengandung hormon estrogen dan progesteron yang dapat mengatur regulasi seksual bulanan.  

e.    Gaya hidup 
Menurut Torre dkk. (2015), obesitas memengaruhi kejadian kanker payudara pada wanita postmenopause. Risiko ini disebabkan karena pada postmenopause, produksi hormon estrogen di ovarium terhenti dan digantikan di jaringan adiposa sehingga dengan terjadinya obesitas akan meningkatkan produksi estrogen yang dapat menyebabkan peningkatan risiko terjadinya kanker payudara (Wang dkk, 2015).


5.Radiasi pengion pada saat pertumbuhan payudara
Penelitian yang dilakukan oleh Mcgregor dkk. tahun 1977 yang meneliti wanita yang terpapar bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada perang dunia II, menunjukkan bahwa wanita usia 10 sampai 19 tahun memiliki risiko absolut tertinggi kanker payudara sebesar 4 kali, dan wanita usia 35 sampai 49 tahun risiko sebesar 0,9 kali (Dall dkk, 2016). 

6.Riwayat kelainan payudara
Menurut Suyatno dan Pasaribu (2010), wanita yang sebelumnya telah mengidap kanker pada salah satu payudaranya berisiko 5 kali lebih tinggi menderita kanker payudara pada sisi kontralateralnya.

Penegakan Diagnosis
1. Pemeriksaan Klinis
    Anamnesis
Menurut Manuaba (2010), keluhan utama penderita yang dapat ditanyakan pada penderita dapat berupa apakah ditemukan benjolan padat, rasa nyeri, seberapa cepat kecepatan tumor tumbuh, ditemukannya nipple discharge (Keluar cairan dari Puting), retraksi papilla mammae, krusta atau eksim yang tidak sembuh pada areola atau papilla mammae, terdapat kelainan kulit berupa skin dimpling (lesung kulit), ulceration (koreng), venous ectasia, peau d’orange (gambaran kulit jeruk), satelitte nodules, dan adanya benjolan di aksila atau leher/ supraklavikula. 

Ditanyakan yaitu keluhan di tempat lain yang berhubungan dengan metastasis yaitu nyeri tulang yang terus menerus dan semakin berat, rasa sakit dan penuh di ulu hati, batuk kronis dan sesak napas, sakit kepala hebat, muntah, dan gangguan sensorium.
Ditanyakan juga pengaruh siklus menstruasi terhadap keluhan tumor dan perubahan ukuran tumor, kawin atau tidak, jumlah anak, menyusui atau tidak, riwayat penyakit kanker dalam keluarga, obat-obatan yang pernah dipakai terutama yang bersifat hormonal, apakah pernah operasi payudara dan obstetriginekologi (Suyatno dan Pasaribu, 2010). 

2 Pemeriksaan Fisik
  1. Status generalis dihubungkan dengan performance status: Karnofsky score, WHO/ECOG score
  2. 2.Status lokalis

  • Pemeriksaan payudara kanan dan kiri (ipsilateral dan kontralateral)
  • Massa tumor : Lokasi (kuadran), ukuran (diameter terpanjang), Konsistensi, permukaan tumor, bentuk dan batas tumor, jumlah tumor (yang palpable), Fiksasi tumor pada kulit, musculus pektoralis, dinding dada.
  • Perubahan kulit Kemerahan, edematous, dimpling, ulcus, satellite nodules gambaran kulit jeruk peau d’orange.
  • Papilla mamae : Retraksi, Erosi, Krusta, Eksim, Discharge.
  • KGB regional (Axilla, infra & Supra clavicular) : palpable, ukuran, konsistensi, konglomerasi, fiksasi satu dengan yang lain atau dengan jaringan sekitar. Pemeriksaan organ yang menjadi tempat dan dicurigai terjadi metastasis, tergantung lokasi organ (paru, hati, tulang, otak) (Manuaba, 2010).
3. Pemeriksaan Radio Diagnostik
a.    Diharuskan (recommended) 
  • USG sebagai metode untuk membedakan massa kistik dengan solid dan sebagai pedoman untuk melakukan biopsi. Mamografi memegang peranan mayor dalam deteksi dini kanker payudara, sekitar 75% kanker terdeteksi paling tidak 1 tahun sebelum ada gejala atau tanda. Akurasi mamografi untuk memprediksi suatu keganasan adalah 70-80%. Namun kurang akurat pada pasien usia muda (kurang dari 30 tahun) 
  • Foto toraks dan USG abdomen dilakukan untuk melihat metastasis ke paru, pleura, mediastinum, dan organ visceral terutama hepar.

b.    2. Opsional (atas indikasi)
Bone scanning, Bone survey bila CT-Scan, MRI (untuk mengevaluasi volume tumor)
c.    Pemeriksaan Biopsi Jarum Halus (Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB)

Merupakan proses diagnosis awal, untuk mengevaluasi massa di payudara. Pemeriksaan ini sangat berguna terutama untuk evaluasi lesi kistik. Dilakukan pada lesi tumor yang secara klinis dan radiologis dicurigai ganas. Di Indonesia, akurasi FNAB sudah semakin baik (>90%) sehingga dapat direkomendasikan penggunaan FNAB.
5. Pemeriksaan Histopatologi (Gold Standard Diagnostic)
Stereotactic biopsy dengan bantuan USG atau mammogram pada lesi nonpalpabel, Core Needle Biopsy (micro specimen), Vacuum Assisted Biopsy (mammotome), Biopsi insisional untuk tumor operable dengan diameter > 3 cm sebelum operasi definitif atau inoperabel untuk diagnosis faktor prediktor dan prognostic, Biopsi eksisional spesimen mastektomi disertai pemeriksaan KGB regional, Pemeriksaan imunohistokimia (IHC) terhadap ER, PR, Her-2/Neu (recommended), Cathepsin-D, VEGF, BCL-2, P53, dan sebagainya (Manuaba, 2010).


DAFTAR PUSTAKA
Dall, G. dkk. 2016. Mamary Stem Cells and Parity-Induced Breast Cancer Protection-New Insights. Journal of Steroid Biochemistry & Molecular Biology. 2015. Hal. 1-7, (http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0960076016300292, Diakses 4 Juli 2016)
Hassiotou, F dan Geddes, D. 2013. Anatomy of the Human Mammary Gland: Current Status of Knowledge. Clinical Anatomy. 00/2012, (http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/ca.22165/abstract?userIsAuthenticated=false&deniedAccessCustomisedMessage=, Diakses 10 Juli 2016) 
Kementerian Kesehatan RI. 2015. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia: “Situasi Penyakit Kanker”. Jakarta, hal. 4-5
Kobayashi, S. dkk. 2012. Reproductive History and Breast Cancer Risk. Review Article. 19: 302-308, (http://link.springer.com/article/10.1007/s12282-012-0384-8, Diakses 30 Juni 2016)
Kurnia, A. 2014. Mengembalikan Keremajaan Payudara pada Tumor Jinak dan Ganas. Divisi Bedah Onkologi/ HNBSCT FKUI/ RSCM, Jakarta, Indonesia, hal. 309-318 
Manuaba, I. B. 2010. Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid PERABOI 2010. Sagung Seto, Jakarta, Indonesia, hal. 17-47
Suyatno dan E. T. Pasaribu. 2010. Bedah Onkologi Diagnosis dan Terapi. Sagung Seto, Jakarta, Indonesia, hal. 35-47 
Torre, L. A. dkk. 2015. Global Cancer Statistic, 2012. CA: A Cancer Journal for Clinicians. 00/2015, (http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.3322/caac.21262/full, Diakses 29 Juni 2016)
Tung, N dkk. 2014. Frequency of Mutations in Individuals with Breast Cancer Referred for BRCA1 and BRCA2 Testing Using Next-Generation Sequencing with a 25-Gene Panel. Original Article. 00/2014, (http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/cncr.29010/full, Diakses 30 Juni 2016)
Wang, X. dkk. 2015. Aromatase Overexpression in Dysfunctional Adipose Tissue Links Obesity to Postmenopausal Breast Cancer. Journal of Steroid Biochemistry & Molecular Biology. Hal. 1-33, (http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0960076015300182, Diakses 3 Juli 2016)

By.Leni/PKRS

Mewaspadai Penyakit 2019 nCorona Virus

Catatan Dari Wabah Coronavirus Wuhan China (nCoV)
Dicky B. (Dokter & Peneliti Global Health Security)                                              
Centre for Env & Population Health GU Australia

Oleh Dr. Harun Hudari, Sp.PD - KPTI, FINASIM
Tulisan ini dibuat sebagai bagian dari tanggung jawab ilmiah dan untuk menambah kejelasan informasi atas situasi wabah corona virus yang telah dinyatakan WHO (Badan kesehatan Dunia) sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) beberapa hari lalu.

Alasan lain dibuatnya tulisan ini juga utk memperkuat risk communication, mengingat rumor dan info yg tdk tepat (hoax) dapat menyebar jauh lebih cepat daripada virus itu sendiri, dan akan merugikan upaya bersama utk mencegah penyebaran virus nCoV di Indonesia. Berdasarkan pengalaman penulis saat terlibat dlm wabah Flu Burung tahun 2009, atau pun merujuk pada wabah SARS CoV tahun 2003 laju informasi tdk sederas saat ini, dan tentunya ini
dapat berimplikasi positif dan negative.

1.      Saat tulisan ini dibuat (1 feb 2020), tercatat sudah 26 negara (di luar China) di 4 benua (kecuali Afrika) yg melaporkan adanya kasus nCoV di negaranya. Sebagian besar kasus nCoV yg terkonfirmasi ada di negara China dan sebagian besar masih terkait dgn kota Wuhan. Selain China, beberapa negara seperti Jerman, Jepang, Amerika Serikat dan Vietnam telah melaporkan adanya penularan antar manusia (H2H transmission). Namun, walaupun nCoV ini memiliki efek serius terhadap kesehatan masyarakat, risiko untuk Indonesia relative masih rendah pada saat ini dan tentunya pemerintah dan segenap unsur bangsa ini akan terus menjaga risiko ini tetap rendah.
2.      Dasar dan arti deklarasi PHEIC WHO. Deklarasi ini dikeluarkan berdasarkan pertimbangan makin meningkatnya potensi penyebaran internasional dan potensi dampak nCoV terhadap negara2 dgn sistem kesehatan yang belum kuat. Deklarasi PHEIC ini akan membantu memperkuat/meningkatkan koordinasi global, kerjasama dan solidaritas. Selain itu deklarasi PHEIC juga akan meningkatkan pengembangan diagnosa, terapi, dan vaksin.
3.     Langkah selanjutnya, setiap negara perlu menyiapkan diri thd kemungkinan kasus nCoV impor dan potensi penyebarannya. Setiap negara hrs mengkaji ulang preparedness plans, identifying gaps, & melakukan aksi utk memperkuat system dlm upaya pencegahan atau mengurangi penyebaran termasuk surveilans dan investigasi kontak. Dan tdk kalah penting adalah agar seluruh masyarakat tetap melakukan  upaya risk-reducing behaviours seperti membiasakan cuci tangan & memakai masker.
4.       Penularan nCoV tidak semudah dan sesederhana yg dibayangkan. Reseptor penerima nCoV ada di dalam paru paru. Artinya utk seseorang terinfeksi maka org tsb harus dalam kontak rapat (sekitar 2 meter) dengan penderita atau orang yg sudah terinfeksi  nCoV sehingga dpt menghirup virus nCoV cukup dalam ketika penderita/pasien yg tdk bermasker tsb batuk atau bersin. Dan, belajar dari kasus yg terjadi di negara terdampak wabah, umumnya penderita nCoV sebelumnya berusia lanjut, sudah memiliki daya tahan tubuh menurun (immunosuppressed), dan atau memiliki dasar penyakit lainnya.
5.         Mengingat hingga saat ini belum ditemukan  obat antiviral atau vaksin, maka pengendalian nCoV akan sangat bergantung pada  upaya deteksi dini dan isolasi kasus suspek symptomatic (bergejala) sambil menunggu hasil tes lab yg dilakukan Balitbangkes RI yang standar pemeriksaannya sudah diakui WHO. Sejauh ini, belum ada hasil tes positif di wilayah negara kita. Seandainya pun nanti ada yg positif, ini BUKAN tanda kegagalan Pemerintah atau tanda bahaya. Negara semaju Jerman, Jepang dan AS pun terdampak virus ini. Dan kabar baiknya, angka yg kembali membaik (recovery) semakin meningkat.
6.        Beberapa negara termasuk Indonesia telah memutuskan untuk memulangkan warga negaranya yg berada di Wuhan sbg zero ground dari nCoV ini. Ini keputusan yg patut diapresiasi. Sejauh ingatan saya, ini pertama kali dalam sejarah Indonesia melakukan misi pemulangan dlm rangka kasus wabah di luar negeri. Selanjutnya, tidak perlu ada ketakutan berlebihan terkait kepulangan saudara kita, karena setelah menjalani karantina 14 hari, dan mereka dinyatakan sehat, maka potensi adanya virus atau risiko menyebarkan virus nCoV menjadi negative/nol.
7.    Terakhir, kita semua selalu membiasakan utk melakukan cross check dlm membaca pesan viral terkait nCoV2019 dan coronavirus. Cari informasi dari sumber terpercaya seperti kementerian Kesehatan, Pakar terkait, Universitas atau sumber terpercaya lainnya. Panik & takut berlebihan dalam terhadap coronavirus ini tdk beralasan. Namun menganggap enteng situasi jg berbahaya krn bisa menurunkan kewaspadaan dan masyarakat jadi abai thd pencegahan. Semoga Allah memberikan perlindungan pada bangsa Indonesia. aamiin.

Berbagai upaya juga telah dilakukan dalam rangka meningkatkan kewaspadaan thd penularan penyakit  yg disebabkan virus nCov ini, diantaranya pelaksanaan kegiatan penyuluhan kesehatan di Rawat Jalan RSUP Dr. mohammad Hoesin Palembang, pada tanggal 28 Januari 2020 dengan narasumber Dr. Harun Hudari, Sp.PD – KPTI, FINASIM, Dr. Sudarto, Sp.PD (K) dan Dr. Fifi Sopia, Sp.A (K), juga acara talkshow kesehatan di stasiun televisi Sriwijaya TV Palembang pada tanggal 01 Februari 2020, narasumber Dr. Harun Hudari, Sp.PD – KPTI, FINASIM.

Salam
Promkes

Referensi:
https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMc2001468
https://promedmail.org/promed-post/?id=6910685
https://gisanddata.maps.arcgis.com/apps/opsdashboard/index.html#/bda7594740fd40299423467b48e9ecf6