Selasa, 29 November 2016

DAY TWO : THE INITIAL SURVEY OF JCI ACCREDITATION



DAY  TWO  :  THE INITIAL SURVEY OF JCI ACCREDITATION

Daily Briefing pada hari Selasa 29 November 2016, bertempat di ruang Konferensi Utama lt.II RSUP dr.Mohammad Hoesin Palembang  kelima orang Surveyor akreditasi JCI yaitu : Sara Shahim Abedi, Patricia O’Shea, Rasa Kasniunas, Ozlim Yildirim dan Dr. Hwei Yee Tai menyampaikan hasil temuan review dokumen dan telusur lapangan dihari sebelumnya.
Sesuai dengan agenda Sara Shahim sebagai leader dari Surveyor mangadakan pertemuan dengan jajaran pimpinan dan sangat terkesan dengan sambutan yang diberikan. Hasildari telusur dokumen pada hari Senin (28/11)  Sara mengatakan bahwa RSMH memiliki kebijakan yang sangat baik dan membantu setiap staf yang bekerja di RS ini. Untuk program pengembangan mutu agar setiap karyawan memahami dan bisa menjelaskan bila ditanyakan oleh Surveyor. Selainitu Sara juga mengunjungi ruangan Obstetri dan Gynekologi dan ruangan persalinan sesuai dengan keahliannya sebagai seorang bidan.
Patricia O’Shea mengunjungi ruang perawatan Jantung, dirinya mengatakan bahwa petugas di ruang perawatan jantung telah bekerja dengan baik dan memahami tugas pokok dan fungsinya demi meningkatkan standar mutu dan keselamatan pasien. Dokter dan perawat telah membangun  sistem yang baik sehingga tercipta lingkungan kerja yang nyaman.
Lain lagi dengan dr.Hwei Yee Tai yang melakukan wawancara pimpinan,  berterimakasih kepada Kepala Departemen, Ketua Program Studi dan peserta didik yang telah melakukan diskusi dengan baik terkait dengan pendidikan kedokteran di RSMH.
Surveyor Rasa Kasniunas mengatakan mulai mengenali proses yang ada di RSMH terhadap assesment pasien, pengakajian maupun penerimaan pasien baru, semuanya teridentifikasi dengan  baik. Namun untuk manajemen nyeri perlu di follow up lebih lanjut, hari ini Rasa akan lebih fokus  tentang manajemen nyeri di ruang perawatan pasien.
Ozlem Yildirim mengucapkan terimakasih atas sambutan hangat yang diberikan oleh pihak RSMH terhadap kehadiran lima orang Surveyor JCI. Dan menghargai setiap usaha untuk memperbaiki hal-hal yang dirasakan kurang, namun yang terpenting adalah bagaimana membuat proses atau sistem yang baik. Untuk tanda jalur evakuasi agar dibuat berpendar atau berilusi sehingga di waktu gelap atau malam atau dalam keadaan penuh asap dan darurat  jalur evakuasi tetap dapat terlihat.
Penilaian tidak hanya sekedar memenuhi standar yang ditetapkan , standar tertinggi ada dalam diri kita sendiri bagaimana kita melayani pasien dengan menerapkan standar mutu dan keselamatan , agar pasien  terjamin mutu dan keselamatannya selama menjalani perawatan di RS. Bagaimana kita mengimplementasikan  standar-standar dimaksud di unit kerja masing-masing itu yang akan menjadi penilaian utama Akreditasi bertaraf internasional.Humas#yeri.

Senin, 28 November 2016

THE INITIAL SURVEY OF JCI ACCREDITATION



THE INITIAL SURVEY OF JCI ACCREDITATION

Dalam rangka upaya peningkatan standar mutu dan keselamatan yg berfokus pada pasien,  RSUP Dr.Mohammad Hoesin Palembang  melaksanakan penilaian akreditasi JCI atau akreditasi berstandar internasional. Penilaian Akreditasi JCI akan dilaksanakan pada hari Senin 28 Nov sd hari Jumat 2 Des 2016. Hadir pada acara pembukaan Direktur Utama RSMH beserta jajaran, Rektor ,Dekan dan Wakil Dekan FK Unsri Palembang, Ketua Dewan Pengawas beserta anggota Dewan Pengawas, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan , Profesor dan Guru Besar , serta Ketua dan anggota            Pokja  Akreditasi.
Surveyor JCI dengan tim yang berjumlah 5 orang yaitu :

1.       Sara Shahim Abedi, RN,MBA, EdD, bergabung dengan JCI sejak tahun 1999 , 30 tahun berpengalaman dalam bidang kesehatan, dengan latar belakang sebagai bidan, keahlian bidang manajemen RS , layanan ibu dan anak, layanan paliatif dan PCI
2.      Rasa Kasniunas 6 tahun bergabung di JCI, keahlian pada layanan anak,intensif, bedah dan riset klinis.
3.  dr.Tai Hwei Yee , telah 5 tahun menjadi surveyor independent jci, merupakan dokter spesialis anestesi dan direktur mutu di institusinya.
4.      Ozlem Yildirim Veenstra,PhD,BSIE,MSEM, adalah surveyor administratif selama 5 tahun, insinyur dan manajer kesehatan.
5.       Patricia M,O'Shea,MD,MPH,MBA adalah seorang dokter penyakit dalam, Psikolog, dan lulusan Magister Administrasi Bisnis dari Sawyer School of Management, Suffolk University, Boston Massachusetts.

Kedatangan kelima orang Surveyor disambut dengan tarian selamat datang, Sara Shahim sebagai ketua tim Surveyor mengatakan beliau bersama Tim terkesan dengan sambutan hangat yang telah diberikan oleh pihak RSMH, dan ingin mengenal lebih dekat. Sara juga  menjelaskan proses survey yg akan berlangsung selama 4 hari kedepan. Setiap pagi akan ada daily briefing dimana para surveyor akan menyampaikan hasil temuan di hari sebelumnya. Para surveyor akan melakukan review dokumen , telusur lapangan dan  akan banyak berinteraksi dengan petugas dilapangan .
Penilaian ini akan berjalan fleksibel dengan evaluatif dan edukatif agar para karyawan memetik manfaat lebih dari kehadiran para surveyor.Tujuan dari penilaian ini adalah utk menyatukan persepsi agar mempunyai pemahaman yg sama akan standar mutu dan keselamatan yg berorientasi pada pasien.
Humas#yeri.

Welcome The Surveyor of JCI Accreditation Initial Survey
at Mohammad Hoesin Hospital.





Selasa, 15 November 2016

SNOEZELLEN




SNOEZELLEN

Pelayanan  Rehabilitasi Medik di RSUP Dr.Mohammad Hoesin sudah dimulai sejak tahun 1976, dan kini sudah semakin berkembang sesuai dengan perkembangan RSUP Dr.Mohammad Hoesin Palembang .
Dalam memberikan pelayanan Rehabilitasi medik  bekerja  dalam satu tim yang terdiri dari Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik atau dokter umum yang mempunyai kemampuan dalam pelayanan  Rehabilitasi Medik, Fisioterapis,  Terapis Okupasi, Ortotik & Prostetik, Terapis Wicara, dan petugas tata usaha. Kasus –kasus yang memerlukan pelayanan Rehabilitasi Medik meliputi gangguan Muskuloskeletal, Neuromuskular, Pediatrik, Geriatrik, Kardiorespirasi dan cidera olah raga. Adapun bentuk pelayanan berupa pelayanan rawat jalan dan pelayanan rawat inap .
Pelayanan Unggulan Instalasi Rehabilitasi Medik Terdiri dari 2 Pelayanan :
a.     Pelayanan Hydroterapi
b.     Pelayanan Snoezellen
2 Pelayanan ini merupakan satu-satunya pelayanan yang ada di wilayah Sumatera Selatan bahkan yang pertama di  Sumatera. 
Apa itu Snoezellen? 
Snoezellen adalah suatu akfitas yang dilakukan untuk mempengaruhi sistem syaraf pusat melalui pemberian stimulus pada sistem sensori primer seperti visual (penglihatan), auditori (pendengaran), taktil (sentuhan), taste (pengecapan) dan smell (penciuman) serta sistem sensori internal seperti vestibular dan proprioceptif dengan tujuan untuk mencapai relaksasi dan aktifasi. 
Efek terapeutik dari terapi ini adalah : anak dapat menikmati permainan atau beraktifitas, anak rileks secara fisik dan mental, meningkatkan kesadaran anak, merangsang anak untuk berinisiatif dalam melakukan aktifitas dan meningkatkan kepercayaan diri anak. 
Syarat untuk mendapatkan pelayanan ini antara lain , pasien harus mendapat rekomendasi dari dokter, anak tidak sedang sakit (demam,batuk,pilek)  dan datang sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan petugas. 
Pasien yang dapat diberikan pelayanan Snoezellen yaitu pasien anak-anak dengan gangguan ADHD (Attention Defisit Hyperaktif Disorder), Autis Spectrum Disorder, Cerebral Palsy dll. 
Humas#yeri+rita 
Sumber:rehabmedik

Minggu, 13 November 2016

Raja Suntik


Sembilan Tahun Obati Suku Kubu, 
Dipanggil Raja Suntik

Pengabdian dari dr Marta Hendry SpU patut diacungi jempol. Selama sembilan tahun ia mengobati Suku Anak Dalam (SAD) atau lebih dikenal sebagai Suku Kubu di Provinsi Jambi. Bagaimana ceritanya ?!



Tepat pukul 11.00 WIB pada Kamis (10/11) lalu, dokter yang bertugas di RSMH Palembang usai melakukan operasi. “Nanti ya, saya cuci tangan dulu,” katanya sebelum memulai wawancara. Sambil duduk dan beristirahat di Ruangan Bedah RSMH, dr Marta--biasa dirinya disapa--menceritakan pengalamannya yang penuh warna menjadi dokter hingga saat ini.
Diceritakannya, sewaktu masih menjadi dokter umum di Desa Muara Siau, Kabupaten Sarolangun, sekarang menjadi Kabupaten Bangko, saat mengemudi mobil Hardtop, melihat seorang gadis tergeletak di pinggir hutan. Ia pun menghentikan kendaraannya dan turun untuk memeriksa gadis tersebut. Setelah diperiksa, ternyata gadis itu menderita tumor ginjal (wilms). “Saya langsung membawa dan mengobatinya ke puskesmas,” tuturnya.
Dari pengalaman itulah, dr Marta tertarik mengambil spesialis bedah. Pada 2002-2005, ia mengambil spesialis bedah umum di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya (FK Unsri). Kemudian, dirinya melanjutkan mengambil spesialis urologi lantaran ditawari dr Didit dan dr Rizal yang juga dari spesialis urologi.
“Saya ingat betul, tawaran itu ketika saya pulang dari musibah tsunami di Aceh,” kenangnya. Untuk mendapatkan spesialis itu tidak mudah. Pertama kali, dirinya mendaftar di Universitas Indonesia (UI). Sayangnya belum lulus. Padahal selama satu tahun dirinya mempersiapkan diri dengan membaca buku urologi.
“Sebenarnya, pertanyaan ujian masuk itu saya jawab semua, tapi mungkin nasib kurang baik,” katanya. Tidak putus asa, suami dari dr Afrimelda MKes ini memilih Universitas Airlangga (Unair) Surabaya untuk mewujudkan menjadi spesialis urologi dari 2006 hingga 2010.
Dia mengaku, banyak kasus yang ditemui selama belajar di RSUD Soetomo Surabaya. Misalnya, kasus seperti penis kejepit di pipa. Pasien tersebut melakukan masturbasi menggunakan pipa ledeng. Uniknya, kejadian tersebut diatasi menggunakan gerindo yang biasa dipakai di bengkel. “Kasus ini saya temui di Surabaya sekali, di Palembang sekali,” ungkapnya sambil tertawa.
Ia juga pernah menangani kasus pasien kelainan jiwa yang memotong penis sendiri. Mungkin, kata dia, pasien mengalami ilusi sehingga yang dilihat seekor ular, makanya pasien memotong. Kejadian itu terjadi dua kali dengan pasien yang sama.
Ia menceritakan, pertama pasien memotong di arah pangkal. Kasus ini masih bisa diatasi dengan cara menyambung. “Ini bisa dilakukan karena pembuluh darah di pangkal besar,” imbuhnya. Dua bulan kemudian, pasien kembali memotong penis di bagian ujung penis. “Ini tidak bisa disambung, hanya bisa diperbaiki,” paparnya.
Ia mengenang, saat masih menjadi dokter di Jambi, banyak pengalaman lain yang tidak

terlupakan. Contohnya, waktu itu dalam perjalanan di hutan, tiba-tiba tali gas mobil putus. dr Marta bersama istri dan anaknya yang masih berusia satu tahun melihat harimau yang lewat di depan mobilnya. “Tidak bisa diungkapkan rasanya melihat harimau berjalan di depan mobil cuma berjarak kurang dari 10 meter,” ungkapnya.
Lebih jauh dikatakannya, menjadi seorang dokter dan bergaul dengan Suku Anak Dalam (SAD) tidaklah sulit. Kunci utama untuk melayani masyarakat tetap diutamakan. Saat itu, ia berprofesi kepala puskesmas yag melayani 34 desa.
Karena kesulitan komunikasi karena medannya yang berat, dirinya memberikan handy talky (HT) kepada 34 petugas di pos masing-masing. Petugas yang di pos selanjutnya berkomunikasi untuk konsultasi keluhan yang dihadapi masyarakat desa tersebut. “Saya juga tetap mengunjungi desa-desa itu. Kalau saya datang, masyarakat memanggil dengan sebutan Raja Suntik,” katanya tertawa.
Puskemas yang dipimpinnya saat itu sudah dilengkapi dengan ruang emergency dan ruang perawatan VIP lengkap dengan peralatannya. “Karena itu, kami mendapatkan penghargaan Abdi Setia Bakti mewakili Provinsi Jambi,” terangnya seraya menambahkan, dirinya bertugas di di Jambi sekitar 9 tahun.
Masih kata pria kelahiran 1 Maret 1968 ini, ada beberapa masyarakat di sana tidak mau berobat ke puskemas. Malah, mereka memilih berkunjung ke rumah. “Dengan setia, mereka (pasien) menunggu saya pulang untuk diobati,” tuturnya.
Apalagi rumah dinasnya bersebelahan dengan puskesmas. Selain itu, dirinya juga tidak memungut bayaran kepada pasien yang berobat di rumah. Ia mengaku, tidak sulit berkomunikasi dengan pasien dari SAD. “Kalau bahasa mereka, saya ngerti sedikit-sedikit,” akunya.
Dari pengabdian ini, bungsu empat saudara ini menerima penghargaan Dokter Teladan Tingkat Provinsi Jambi dari Presiden RI pada 1996. “Waktu itu, presidennya masih Pak Soeharto,” bebernya.
Dia menambahkan, profesi dokter sangat didukung oleh keluarga. Meskipun kedua orang tua dan saudaranya tidak ada yang berprofesi sebagai dokter. Waktu kecil, ada tiga pilihan cita-cita, yakni insinyur, dokter, dan wakil presiden. “Kenapa pilih wakil, soalnya kalau presiden ketinggian. Namun, nasib menjadikan saya sebagai dokter,” pungkasnya sembari tersenyum

Kiki Wulandari – Sumek.Palembang


Pengabdian dari dr Marta Hendry SpU patut diacungi jempol. Selama sembilan tahun ia mengobati Suku Anak Dalam (SAD) atau lebih dikenal sebagai Suku Kubu di Provinsi Jambi. Bagaimana ceritanya?
--------
Kiki Wulandari – Palembang
-------
Tepat pukul 11.00 WIB pada Kamis (10/11) lalu, dokter yang bertugas di RSMH Palembang usai melakukan operasi. “Nanti ya, saya cuci tangan dulu,” katanya sebelum memulai wawancara. Sambil duduk dan beristirahat di Ruangan Bedah RSMH, dr Marta--biasa dirinya disapa--menceritakan pengalamannya yang penuh warna menjadi dokter hingga saat ini.
Diceritakannya, sewaktu masih menjadi dokter umum di Desa Muara Siau, Kabupaten Sarolangun, sekarang menjadi Kabupaten Bangko, saat mengemudi mobil Hardtop, melihat seorang gadis tergeletak di pinggir hutan. Ia pun menghentikan kendaraannya dan turun untuk memeriksa gadis tersebut. Setelah diperiksa, ternyata gadis itu menderita tumor ginjal (wilms). “Saya langsung membawa dan mengobatinya ke puskesmas,” tuturnya.
Dari pengalaman itulah, dr Marta tertarik mengambil spesialis bedah. Pada 2002-2005, ia mengambil spesialis bedah umum di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya (FK Unsri). Kemudian, dirinya melanjutkan mengambil spesialis urologi lantaran ditawari dr Didit dan dr Rizal yang juga dari spesialis urologi.
“Saya ingat betul, tawaran itu ketika saya pulang dari musibah tsunami di Aceh,” kenangnya. Untuk mendapatkan spesialis itu tidak mudah. Pertama kali, dirinya mendaftar di Universitas Indonesia (UI). Sayangnya belum lulus. Padahal selama satu tahun dirinya mempersiapkan diri dengan membaca buku urologi.
“Sebenarnya, pertanyaan ujian masuk itu saya jawab semua, tapi mungkin nasib kurang baik,” katanya. Tidak putus asa, suami dari dr Afrimelda MKes ini memilih Universitas Airlangga (Unair) Surabaya untuk mewujudkan menjadi spesialis urologi dari 2006 hingga 2010.
Dia mengaku, banyak kasus yang ditemui selama belajar di RSUD Soetomo Surabaya. Misalnya, kasus seperti penis kejepit di pipa. Pasien tersebut melakukan masturbasi menggunakan pipa ledeng. Uniknya, kejadian tersebut diatasi menggunakan gerindo yang biasa dipakai di bengkel. “Kasus ini saya temui di Surabaya sekali, di Palembang sekali,” ungkapnya sambil tertawa.
Ia juga pernah menangani kasus pasien kelainan jiwa yang memotong penis sendiri. Mungkin, kata dia, pasien mengalami ilusi sehingga yang dilihat seekor ular, makanya pasien memotong. Kejadian itu terjadi dua kali dengan pasien yang sama.
Ia menceritakan, pertama pasien memotong di arah pangkal. Kasus ini masih bisa diatasi dengan cara menyambung. “Ini bisa dilakukan karena pembuluh darah di pangkal besar,” imbuhnya. Dua bulan kemudian, pasien kembali memotong penis di bagian ujung penis. “Ini tidak bisa disambung, hanya bisa diperbaiki,” paparnya.
Ia mengenang, saat masih menjadi dokter di Jambi, banyak pengalaman lain yang tidak 
terlupakan. Contohnya, waktu itu dalam perjalanan di hutan, tiba-tiba tali gas mobil putus. dr Marta bersama istri dan anaknya yang masih berusia satu tahun melihat harimau yang lewat di depan mobilnya. “Tidak bisa diungkapkan rasanya melihat harimau berjalan di depan mobil cuma berjarak kurang dari 10 meter,” ungkapnya.
Lebih jauh dikatakannya, menjadi seorang dokter dan bergaul dengan Suku Anak Dalam (SAD) tidaklah sulit. Kunci utama untuk melayani masyarakat tetap diutamakan. Saat itu, ia berprofesi kepala puskesmas yag melayani 34 desa.
Karena kesulitan komunikasi karena medannya yang berat, dirinya memberikan handy talky (HT) kepada 34 petugas di pos masing-masing. Petugas yang di pos selanjutnya berkomunikasi untuk konsultasi keluhan yang dihadapi masyarakat desa tersebut. “Saya juga tetap mengunjungi desa-desa itu. Kalau saya datang, masyarakat memanggil dengan sebutan Raja Suntik,” katanya tertawa.
Puskemas yang dipimpinnya saat itu sudah dilengkapi dengan ruang emergency dan ruang perawatan VIP lengkap dengan peralatannya. “Karena itu, kami mendapatkan penghargaan Abdi Setia Bakti mewakili Provinsi Jambi,” terangnya seraya menambahkan, dirinya bertugas di di Jambi sekitar 9 tahun.
Masih kata pria kelahiran 1 Maret 1968 ini, ada beberapa masyarakat di sana tidak mau berobat ke puskemas. Malah, mereka memilih berkunjung ke rumah. “Dengan setia, mereka (pasien) menunggu saya pulang untuk diobati,” tuturnya.
Apalagi rumah dinasnya bersebelahan dengan puskesmas. Selain itu, dirinya juga tidak memungut bayaran kepada pasien yang berobat di rumah. Ia mengaku, tidak sulit berkomunikasi dengan pasien dari SAD. “Kalau bahasa mereka, saya ngerti sedikit-sedikit,” akunya.
Dari pengabdian ini, bungsu empat saudara ini menerima penghargaan Dokter Teladan Tingkat Provinsi Jambi dari Presiden RI pada 1996. “Waktu itu, presidennya masih Pak Soeharto,” bebernya.
Dia menambahkan, profesi dokter sangat didukung oleh keluarga. Meskipun kedua orang tua dan saudaranya tidak ada yang berprofesi sebagai dokter. Waktu kecil, ada tiga pilihan cita-cita, yakni insinyur, dokter, dan wakil presiden. “Kenapa pilih wakil, soalnya kalau presiden ketinggian. Namun, nasib menjadikan saya sebagai dokter,” pungkasnya sembari tersenyum
- See more at: http://www.sumeks.co.id/index.php/sumeks/23460-sembilan-tahun-obati-suku-kubu-dipanggil-raja-suntik#sthash.u41mw2iD.dpuf
skemas yang dipimpinnya saat itu sudah dilengk
Pengabdian dari dr Marta Hendry SpU patut diacungi jempol. Selama sembilan tahun ia mengobati Suku Anak Dalam (SAD) atau lebih dikenal sebagai Suku Kubu di Provinsi Jambi. Bagaimana ceritanya?
--------
Kiki Wulandari – Palembang
-------
Tepat pukul 11.00 WIB pada Kamis (10/11) lalu, dokter yang bertugas di RSMH Palembang usai melakukan operasi. “Nanti ya, saya cuci tangan dulu,” katanya sebelum memulai wawancara. Sambil duduk dan beristirahat di Ruangan Bedah RSMH, dr Marta--biasa dirinya disapa--menceritakan pengalamannya yang penuh warna menjadi dokter hingga saat ini.
Diceritakannya, sewaktu masih menjadi dokter umum di Desa Muara Siau, Kabupaten Sarolangun, sekarang menjadi Kabupaten Bangko, saat mengemudi mobil Hardtop, melihat seorang gadis tergeletak di pinggir hutan. Ia pun menghentikan kendaraannya dan turun untuk memeriksa gadis tersebut. Setelah diperiksa, ternyata gadis itu menderita tumor ginjal (wilms). “Saya langsung membawa dan mengobatinya ke puskesmas,” tuturnya.
Dari pengalaman itulah, dr Marta tertarik mengambil spesialis bedah. Pada 2002-2005, ia mengambil spesialis bedah umum di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya (FK Unsri). Kemudian, dirinya melanjutkan mengambil spesialis urologi lantaran ditawari dr Didit dan dr Rizal yang juga dari spesialis urologi.
“Saya ingat betul, tawaran itu ketika saya pulang dari musibah tsunami di Aceh,” kenangnya. Untuk mendapatkan spesialis itu tidak mudah. Pertama kali, dirinya mendaftar di Universitas Indonesia (UI). Sayangnya belum lulus. Padahal selama satu tahun dirinya mempersiapkan diri dengan membaca buku urologi.
“Sebenarnya, pertanyaan ujian masuk itu saya jawab semua, tapi mungkin nasib kurang baik,” katanya. Tidak putus asa, suami dari dr Afrimelda MKes ini memilih Universitas Airlangga (Unair) Surabaya untuk mewujudkan menjadi spesialis urologi dari 2006 hingga 2010.
Dia mengaku, banyak kasus yang ditemui selama belajar di RSUD Soetomo Surabaya. Misalnya, kasus seperti penis kejepit di pipa. Pasien tersebut melakukan masturbasi menggunakan pipa ledeng. Uniknya, kejadian tersebut diatasi menggunakan gerindo yang biasa dipakai di bengkel. “Kasus ini saya temui di Surabaya sekali, di Palembang sekali,” ungkapnya sambil tertawa.
Ia juga pernah menangani kasus pasien kelainan jiwa yang memotong penis sendiri. Mungkin, kata dia, pasien mengalami ilusi sehingga yang dilihat seekor ular, makanya pasien memotong. Kejadian itu terjadi dua kali dengan pasien yang sama.
Ia menceritakan, pertama pasien memotong di arah pangkal. Kasus ini masih bisa diatasi dengan cara menyambung. “Ini bisa dilakukan karena pembuluh darah di pangkal besar,” imbuhnya. Dua bulan kemudian, pasien kembali memotong penis di bagian ujung penis. “Ini tidak bisa disambung, hanya bisa diperbaiki,” paparnya.
Ia mengenang, saat masih menjadi dokter di Jambi, banyak pengalaman lain yang tidak 
terlupakan. Contohnya, waktu itu dalam perjalanan di hutan, tiba-tiba tali gas mobil putus. dr Marta bersama istri dan anaknya yang masih berusia satu tahun melihat harimau yang lewat di depan mobilnya. “Tidak bisa diungkapkan rasanya melihat harimau berjalan di depan mobil cuma berjarak kurang dari 10 meter,” ungkapnya.
Lebih jauh dikatakannya, menjadi seorang dokter dan bergaul dengan Suku Anak Dalam (SAD) tidaklah sulit. Kunci utama untuk melayani masyarakat tetap diutamakan. Saat itu, ia berprofesi kepala puskesmas yag melayani 34 desa.
Karena kesulitan komunikasi karena medannya yang berat, dirinya memberikan handy talky (HT) kepada 34 petugas di pos masing-masing. Petugas yang di pos selanjutnya berkomunikasi untuk konsultasi keluhan yang dihadapi masyarakat desa tersebut. “Saya juga tetap mengunjungi desa-desa itu. Kalau saya datang, masyarakat memanggil dengan sebutan Raja Suntik,” katanya tertawa.
Puskemas yang dipimpinnya saat itu sudah dilengkapi dengan ruang emergency dan ruang perawatan VIP lengkap dengan peralatannya. “Karena itu, kami mendapatkan penghargaan Abdi Setia Bakti mewakili Provinsi Jambi,” terangnya seraya menambahkan, dirinya bertugas di di Jambi sekitar 9 tahun.
Masih kata pria kelahiran 1 Maret 1968 ini, ada beberapa masyarakat di sana tidak mau berobat ke puskemas. Malah, mereka memilih berkunjung ke rumah. “Dengan setia, mereka (pasien) menunggu saya pulang untuk diobati,” tuturnya.
Apalagi rumah dinasnya bersebelahan dengan puskesmas. Selain itu, dirinya juga tidak memungut bayaran kepada pasien yang berobat di rumah. Ia mengaku, tidak sulit berkomunikasi dengan pasien dari SAD. “Kalau bahasa mereka, saya ngerti sedikit-sedikit,” akunya.
Dari pengabdian ini, bungsu empat saudara ini menerima penghargaan Dokter Teladan Tingkat Provinsi Jambi dari Presiden RI pada 1996. “Waktu itu, presidennya masih Pak Soeharto,” bebernya.
Dia menambahkan, profesi dokter sangat didukung oleh keluarga. Meskipun kedua orang tua dan saudaranya tidak ada yang berprofesi sebagai dokter. Waktu kecil, ada tiga pilihan cita-cita, yakni insinyur, dokter, dan wakil presiden. “Kenapa pilih wakil, soalnya kalau presiden ketinggian. Namun, nasib menjadikan saya sebagai dokter,” pungkasnya sembari tersenyum
- See more at: http://www.sumeks.co.id/index.php/sumeks/23460-sembilan-tahun-obati-suku-kubu-dipanggil-raja-suntik#sthash.u41mw2iD.dpuf
Pengabdian dari dr Marta Hendry SpU patut diacungi jempol. Selama sembilan tahun ia mengobati Suku Anak Dalam (SAD) atau lebih dikenal sebagai Suku Kubu di Provinsi Jambi. Bagaimana ceritanya?
--------
Kiki Wulandari – Palembang
-------
Tepat pukul 11.00 WIB pada Kamis (10/11) lalu, dokter yang bertugas di RSMH Palembang usai melakukan operasi. “Nanti ya, saya cuci tangan dulu,” katanya sebelum memulai wawancara. Sambil duduk dan beristirahat di Ruangan Bedah RSMH, dr Marta--biasa dirinya disapa--menceritakan pengalamannya yang penuh warna menjadi dokter hingga saat ini.
Diceritakannya, sewaktu masih menjadi dokter umum di Desa Muara Siau, Kabupaten Sarolangun, sekarang menjadi Kabupaten Bangko, saat mengemudi mobil Hardtop, melihat seorang gadis tergeletak di pinggir hutan. Ia pun menghentikan kendaraannya dan turun untuk memeriksa gadis tersebut. Setelah diperiksa, ternyata gadis itu menderita tumor ginjal (wilms). “Saya langsung membawa dan mengobatinya ke puskesmas,” tuturnya.
Dari pengalaman itulah, dr Marta tertarik mengambil spesialis bedah. Pada 2002-2005, ia mengambil spesialis bedah umum di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya (FK Unsri). Kemudian, dirinya melanjutkan mengambil spesialis urologi lantaran ditawari dr Didit dan dr Rizal yang juga dari spesialis urologi.
“Saya ingat betul, tawaran itu ketika saya pulang dari musibah tsunami di Aceh,” kenangnya. Untuk mendapatkan spesialis itu tidak mudah. Pertama kali, dirinya mendaftar di Universitas Indonesia (UI). Sayangnya belum lulus. Padahal selama satu tahun dirinya mempersiapkan diri dengan membaca buku urologi.
“Sebenarnya, pertanyaan ujian masuk itu saya jawab semua, tapi mungkin nasib kurang baik,” katanya. Tidak putus asa, suami dari dr Afrimelda MKes ini memilih Universitas Airlangga (Unair) Surabaya untuk mewujudkan menjadi spesialis urologi dari 2006 hingga 2010.
Dia mengaku, banyak kasus yang ditemui selama belajar di RSUD Soetomo Surabaya. Misalnya, kasus seperti penis kejepit di pipa. Pasien tersebut melakukan masturbasi menggunakan pipa ledeng. Uniknya, kejadian tersebut diatasi menggunakan gerindo yang biasa dipakai di bengkel. “Kasus ini saya temui di Surabaya sekali, di Palembang sekali,” ungkapnya sambil tertawa.
Ia juga pernah menangani kasus pasien kelainan jiwa yang memotong penis sendiri. Mungkin, kata dia, pasien mengalami ilusi sehingga yang dilihat seekor ular, makanya pasien memotong. Kejadian itu terjadi dua kali dengan pasien yang sama.
Ia menceritakan, pertama pasien memotong di arah pangkal. Kasus ini masih bisa diatasi dengan cara menyambung. “Ini bisa dilakukan karena pembuluh darah di pangkal besar,” imbuhnya. Dua bulan kemudian, pasien kembali memotong penis di bagian ujung penis. “Ini tidak bisa disambung, hanya bisa diperbaiki,” paparnya.
Ia mengenang, saat masih menjadi dokter di Jambi, banyak pengalaman lain yang tidak 
terlupakan. Contohnya, waktu itu dalam perjalanan di hutan, tiba-tiba tali gas mobil putus. dr Marta bersama istri dan anaknya yang masih berusia satu tahun melihat harimau yang lewat di depan mobilnya. “Tidak bisa diungkapkan rasanya melihat harimau berjalan di depan mobil cuma berjarak kurang dari 10 meter,” ungkapnya.
Lebih jauh dikatakannya, menjadi seorang dokter dan bergaul dengan Suku Anak Dalam (SAD) tidaklah sulit. Kunci utama untuk melayani masyarakat tetap diutamakan. Saat itu, ia berprofesi kepala puskesmas yag melayani 34 desa.
Karena kesulitan komunikasi karena medannya yang berat, dirinya memberikan handy talky (HT) kepada 34 petugas di pos masing-masing. Petugas yang di pos selanjutnya berkomunikasi untuk konsultasi keluhan yang dihadapi masyarakat desa tersebut. “Saya juga tetap mengunjungi desa-desa itu. Kalau saya datang, masyarakat memanggil dengan sebutan Raja Suntik,” katanya tertawa.
Puskemas yang dipimpinnya saat itu sudah dilengkapi dengan ruang emergency dan ruang perawatan VIP lengkap dengan peralatannya. “Karena itu, kami mendapatkan penghargaan Abdi Setia Bakti mewakili Provinsi Jambi,” terangnya seraya menambahkan, dirinya bertugas di di Jambi sekitar 9 tahun.
Masih kata pria kelahiran 1 Maret 1968 ini, ada beberapa masyarakat di sana tidak mau berobat ke puskemas. Malah, mereka memilih berkunjung ke rumah. “Dengan setia, mereka (pasien) menunggu saya pulang untuk diobati,” tuturnya.
Apalagi rumah dinasnya bersebelahan dengan puskesmas. Selain itu, dirinya juga tidak memungut bayaran kepada pasien yang berobat di rumah. Ia mengaku, tidak sulit berkomunikasi dengan pasien dari SAD. “Kalau bahasa mereka, saya ngerti sedikit-sedikit,” akunya.
Dari pengabdian ini, bungsu empat saudara ini menerima penghargaan Dokter Teladan Tingkat Provinsi Jambi dari Presiden RI pada 1996. “Waktu itu, presidennya masih Pak Soeharto,” bebernya.
Dia menambahkan, profesi dokter sangat didukung oleh keluarga. Meskipun kedua orang tua dan saudaranya tidak ada yang berprofesi sebagai dokter. Waktu kecil, ada tiga pilihan cita-cita, yakni insinyur, dokter, dan wakil presiden. “Kenapa pilih wakil, soalnya kalau presiden ketinggian. Namun, nasib menjadikan saya sebagai dokter,” pungkasnya sembari tersenyum. (*/ce1)
- See more at: http://www.sumeks.co.id/index.php/sumeks/23460-sembilan-tahun-obati-suku-kubu-dipanggil-raja-suntik#sthash.u41mw2iD.dpuf